Ungkap TPPO, Wisata Seks ‘Halal’ di Puncak Jangan Dianggap Selesai

0

Pelita.online – Prostitusi terselubung melalui kawin kontrak di kawasan Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat rupanya disinyalir aparat sebagai wisata seks ‘halal’. Praktik ilegal yang merupakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) itu sudah beberapa kali diungkap pihak kepolisian. Namun, wisata seks ‘halal’ itu jangan dianggap sudah tuntas.

Gabriel Goa selaku Koordinator Kelompok Kerja Melawan Perdagangan Manusia (Pokja MPM) memberi apresiasi atas upaya kepolisian dalam mengungkap TPPO tersebut. Praktik TPPO harus diberantas dan jangan sampai menjadikan manusia Indonesia sebagai budak perdagangan.

“Prostitusi terselubung dengan TPPO itu harus diberantas terus oleh berbagai pihak. Meskipun sangat sistematis alias merupakan sebuah gerakan mafia, tindakan itu harus dicegah,” jelasnya.

Di sisi lain, lanjut dia, citra yang dibangun bahwa prostitusi itu sebagai wisata seks ‘halal’ juga harus dihapus. Hal itu seolah-olah menunjukkan kepada dunia luar bahwa Indonesia, khususnya Bogor atau Jawa Barat, menghalalkan praktik prostitusi tersebut.

“Bukan saja menghapus citra tersebut karena sudah terlanjur beredar di media sosial, tetapi juga membasmi hingga ke akar masalahnya. Bagaimana mungkin tindakan asusila dianggap sebagai sesuatu yang halal dan sekaligus ada unsur TPPO,” tegasnya kepada SP belum lama ini.

Pada pertengahan Februari lalu, video testimoni wisata seks ‘halal’ Puncak Bogor dikabarkan beredar hingga dunia internasional. Berawal dari video itulah, Bareskrim Polri telah mengungkap kasus TPPO.
Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Argo Yuwono saat itu menjelaskan terbongkarnya kasus TPPO ini berawal dari beredarnya video testimoni wisata seks ‘halal’ Puncak Bogor. Menurut Argo video tersebut beredar di Youtube dengan Bahasa Inggris.
Dalam video, lanjut Argo, seseorang menawarkan adanya wisata seks halal di Puncak Bogor.

“Video ini beredar ke internasional bahkan ada testimoninya dari para korban dan pelaku‎,” katanya saat itu.
Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan hasilnya telah menangkap lima orang dengan inisial DO, OK, NN, HS dan AA. Kelima tersangka itu memiliki peran berbeda-beda.

Argo mengatakan NN dan OK berperan sebagai penyedia perempuan. Setelah semua tersedia, DO berperan untuk membawa korban untuk di-booking. Sedangkan AA berperan untuk pemesanan dan membayar perempuan untuk di-booking.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdi Sambo mengatakan para tersangka menggunakan modus melalui booking out kawin kontrak dan short time.

“‎Jadi para korban dipertemukan dengan pengguna yang merupakan WN Arab yang ingin melakukan kawin kontrak ataupun booking out short time di villa daerah Puncak dan di apartemen di kawasan Jakarta Selatan,” jelasnya saat itu.

Adapun dari kelima tersangka, lanjut Ferdi, pihaknya menyita barang bukti berupa 6 ponsel, uang tunai Rp 900 ribu, print out pemesanan villa dan apartemen, invoice, parpor hingga dua buah boarding pass.

Atas perbuatannya kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 UU No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang‎ (TPPO) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun penjara, maksimal 15 tahun penjara.

Pada Mei lalu, Kejaksaan Agung menyatakan berkas lima tersangka yang terlibat dalam kasus dugaan perdagangan orang bermodus layanan kawin kontrak di kawasan Puncak, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, sudah lengkap atau P21. Hal tersebut tertuang dalam surat dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung yang ditujukan kepada Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri tertanggal 30 April 2020.

 

Sumber : beritasatu.com

LEAVE A REPLY