7 delegasi luar negeri bakal meriahkan ‘Solo International Performing Art’

0

Jakarta, Pelita.Online – Sebanyak tujuh delegasi dari luar negeri bakal memeriahkan “Solo International Performing Art” (SIPA) 2017 pada Kamis- Sabtu, (7-9/9) mendatang. Festival seni bertaraf internasional ini menjanjikan pagelaran spektakuler dengan kemegahan Benteng Vastenburg sebagai latar belakang panggung.

Menurut Irawati Kusumorasri, Direktur SIPA 2017, sebanyak 300 seniman dari negara Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, Thailand, Australia, Chili, dan tuan rumah Indonesia akan tampil pada gelaran yang telah menginjak ke-9 kalinya ini.

Delegasi dalam negeri antara lain Eko Supriyanto sebagai Maskot SIPA 2017 (Solo), Semarak Candra Kirana Art Center (Solo), Ekos Dance Company (Solo), Gayo Lues (Aceh), Otniel Tasman (Banyumas), Teater Tetas (Jakarta), Danang Pamungkas (Solo), Vibian Evelyn dan Renvaldi Gustaf (NTT), Sanggar Tiara Selatan (Bangka Selatan dan Riau Rhytim Chambers Indonesia (Pekan Baru Riau).

Dengan mengusung tema “Bahari Kencana Maestro Karya”, pihaknya akan mendirikan panggung megah berbentuk kapal kebanggaan Indonesia, KRI Dewa Ruci, sepanjang 33,7 meter dan lebar 33,7 meter. Acara yang dimulai pukul 19.00 WIB ini akan dibuka oleh perwakilan Kementerian Pariwisata dengan penampilan penari sekaligus koreografer asal Solo, Eko Supriyanto atau lebih dikenal Eko Pece.

“Kita bukan hanya ingin menyuguhkan maha karya yang indah untuk ditonton, namun juga membawa pesan untuk menjaga dan mencintai laut dan sungai, serta ajakan gemar makan ikan. Karena masa depan Indonesia itu berada di laut,” ujar Irawati saat jumpa pers di Kantor Dinas Pariwisata Kota Solo, Selasa (5/9).

Disinggung letak geografis Solo yang jauh dari laut dan tentunya tak memiliki akar budaya bahari, menurut dia, berbicara soal bahari bukan hanya menekankan kelautan, namun juga sungai. Pada masa lalu, sungai- sungai yang ada di Kota Solo pernah menjadi jalur transportasi air.

Hal tersebut dibuktikan dengan keberadaan canthik atau ornamen yang berada di depan sebuah kapal berbentuk sebuah kepala di Museum Radya Pustaka. Canthik bernama Kiai Rajamala yang dibuat pada masa pemerintahan PB IV tahun 1788-1820 itu digunakan untuk alat transportasi laut bagi permaisuri PB IV jika ingin pulang ke Madura.

“Solo itu dulunya kota sungai. Ada jalur jalur transportasi sungai untuk membawa muatan komoditas ke Surabaya. Saya mengingatkan keberadaan sungai harus dipelihara dan dijadikan halaman depan. Mungkin bisa ditanami pohon agar enak untuk duduk, dibuat taman agar anak-anak betah bermain. Bukan justru jadi halaman belakang untuk membuang sampah. Sedangkan SIPA ini kami tidak ingin melulu masyarakat Solo, tapi juga menyuarakan kehidupan laut agar dijaga untuk kelestarian jagad ini,” papar Irawati.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY