Pakar Akui AS Biayai Riset Virus Bersama China, Tapi Bukan COVID-19

0

Pelita.Online – Isu asal-usul COVID-19 kembali ramai diperbincangkan setelah Amerika Serikat (AS) menyebut ada bukti-bukti virus berasal dari laboratorium di China. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusulkan dilakukan investigasi ulang yang transparan, namun China menolak gagasan tersebut.

Di tengah ramainya isu asal-usul virus, muncul teori lain yang didebatkan. AS dituduh jangan-jangan sebenarnya ikut terlibat dalam mengembangkan virus berbahaya bersama China.

Senator dari Partai Republik, Rand Paul, menduga ada uang dari pemerintah AS yang dipakai untuk membiayai riset virus di China. Riset ini disebut-sebut bertujuan untuk mengubah sifat virus menjadi lebih berbahaya atau disebut juga “gain-of-function”.

Ahli penasehat presiden sekaligus Kepala National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), Dr Anthony Fauci, membenarkan ada uang keluar untuk membiayai riset virus di Wuhan Institute of Virology. AS lewat organisasi EcoHealth Alliance pada tahun 2014 memang memberi Wuhan Institute of Virology sekitar Rp 8,6 miliar untuk mencari sumber potensial virus Corona di kelelawar.

Proyek tersebut diperbarui pada tahun 2019, tapi kemudian dibatalkan pada April 2020 karena pandemi.

Fauci menegaskan bahwa riset sama sekali tidak dilakukan untuk mengubah sifat virus. Menurut Fauci, mustahil virus yang diteliti bisa bermutasi menjadi COVID-19 tanpa menjelaskan lebih detail.

“Riset sudah dievaluasi berkali-kali oleh para ahli dan tidak jatuh dalam definisi gain-of-function,” kata Fauci dalam rapat dengar pendapat bersama para senator dan dikutip dari BBC, Jumat (23/7/2021).

Fauci sejak bulan Mei lalu menegaskan bahwa National Institutes of Health (NIH) tidak pernah bekerja sama dan membiayai riset virus berbahaya dengan Wuhan Institute of Virology.

Sumber : detik.com

LEAVE A REPLY