Aliansi Jurnalis dan Koalisi Sipil Desak DPR Tunda Pengesahan RKUHP

0

Pelita.Online – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) se-Indonesia menggelar demonstrasi secara daring dan luring untuk menuntut penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Demonstrasi digelar pada Minggu (4/12) hingga Rabu (7/12). Aksi itu dihelat di Jayapura, Manokwari, Lhokseumawe, Semarang, Padang, Bandar Lampung, Bandung, Medan, Jakarta, Samarinda, Yogyakarta, Kediri, Surabaya, Jambi, Manado, Makassar, dan Sukabumi.

“DPR dan pemerintah harus menunda pengesahan RKUHP karena akan memberangus kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia. AJI akan terus bersuara sampai pasal-pasal bermasalah dihapus,” kata Ketua Umum AJI Sasmito dalam keterangan tertulis, (6/12).

AJI menganggap RKUHP versi 30 November masih mengandung 17 pasal bermasalah. Pertama, pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Kemudian, pasal 218-220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Pasal 240 dan pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah.

Selain itu, pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong. Begitu pula pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.

Ada pula pasal 280 yag mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan. Pasal 300, pasal 301, dan pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.

Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan juga menjadi sorotan. AJI pun mengkritik pasal 433 yang mengatur tindak pidana pencemaran.

Mereka juga mempermasalahkan 439 yang mengatur tindak pidana pencemaran orang mati. Begitu juga dengan pasal 594 dan pasal 595 yang mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Senada, anggota Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan RKUHP merupakan ancaman bagi kemerdekaan pers. Dia menilai banyak pasal dalam RKUHP yang tak sesuai dengan Undang-Undang Pers.

“Sehingga upaya kriminalisasi dalam RKUHP, tidak sejalan dengan apa yang diatur dalam UU Pers. Unsur penting berdemokrasi, dengan kemerdekaan berbicara, kemerdekaan berpendapat serta kemerdekaan pers karena itu mewujudkan kedaulatan rakyat,” ucap Ninik.

Terpisah, di saat yang bersamaan, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi RKUHP menolak wacana pengesahan RUU tersebut.

Koalisi sipil mengkritik sejumlah pasal dalam RKUHP yang dinilai mengancam kebebasan berdemokrasi. Mereka juga mengkritik DPR dan pemerintah yang dianggap terburu-buru soal rencana pengesahan RUU tersebut.

Pengacara publik LBH Jakarta, Citra Referandum dalam aksi tabur bunga di depan kompleks parlemen Senin (5/12) mengatakan, pemerintah dan DPR belum transparan dan tak melibatkan publik dalam pembehasan RKUHP.

Ia kecewa sebab masyarakat sebelumnya sempat kesulitan mengakses RUU tersebut. RKUHP baru bisa diakses beberapa hari lalu, atau kurang dari sepekan sebelum jadwal masuk jadwal pengesahan hari ini.

“Saat ini yang dilakukan pemerintah maupun DPR dalam pengesahan ini sangat tidak transparan, karena draf itu tidak bisa kita akses secara resmi dalam waktu segera gitu. Kemudian kita baru bisa mengakses kemarin,” katanya.

Mereka pun mengancam bakal menggelar aksi lebih besar hari ini menolak rencana pengesahan di tingkat II atau Paripurna.

Sebelumnya, pemerintah dan DPR telah menyepakati RKUHP pada pembahasan tingkat pertama. DPR berencana mengesahkan RKUHP pada sidang paripurna hari ini.

DPR berencana untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di tengah gelombang penolakan koalisi sipil terhadap RUU tersebut.

Setelah diketok pada rapat Pleno pengambilan keputusan tingkat satu, Kamis (24/11) lalu, DPR telah menjadwalkan RKUHP untuk disahkan sebelum masa reses anggota dewan 16 Desember mendatang.

Teranyar, mengutip situs resmi DPR, jadwal pengesahan RKUHP sudah dijadwalkan pada Paripurna yang akan digelar hari ini, Selasa (6/12).

“Sesuai keputusan rapat direncanakan besok [Selasa]. Untuk jamnya sedang dikonsultasikan dengan pimpinan,” kata Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar saat dihubungi, Senin (5/12).

Sementara itu menanggapi penolakan atas masih saratnya pasal bermasalah di dalam RKUHP sejak 2019 lalu, Menkumham Yasonna H Laoly kekinian meminta mereka yang tak puas untuk menggugat saja ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah disahkan.

“Kalau untuk 100 persen setuju tidak mungkin kalau pada akhirnya nanti masih ada yang tidak setuju, gugat aja di Mahkamah Konstitusi,” kata Yasonna di kompleks parlemen, Senin (5/12).

Politikus PDIP itu mengatakan pihaknya lebih memilih mengesahkan RKUHP ketimbang harus terus memakai KUHP saat ini yang diadopsi sejak zaman kolonial. Dia mengklaim RKUHP telah melakukan banyak reformasi dari KUHP yang saat ini dipakai.

Di sisi lain, terkait penolakan RUU itu, pemerintah dan DPR juga telah melakukan sosialisasi selama beberapa tahun terakhir. Sosialiasi dilakukan lintas lembaga baik oleh Kemenkumham, Kemenkominfo, bahkan Badan Intelejen Negara (BIN).

“Ada yang kita softing down ada yang kita lembutkan, kalau masih perbedaan pendapat ya itu biasa dalam demokrasi,” katanya.

sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY