Pelita.online – Sejumlah orang di lingkaran Republik Amerika Serikat (AS) mulai membicarakan citra seperti “perang sipil” setelah serangan di Gedung Capitol, Washington, oleh kerumunan pendukung Presiden Donald Trump.
Seperti dilaporkan AP, Sabtu (16/1), sjumlah pejabat terpilih dan para pemimpin partai menolak imbauan untuk meredakan seruan retorika terkait perang sipil kedua.
Di Wisconsin barat laut, ketua Partai Republik di County St. Croix dipaksa untuk mengundurkan diri, Jumat (15/1), setelah menolak selama seminggu setelah penyerbuan, agar menghapus pesan daring yang mendesak para pengikutnya agar bersiap untuk perang.
Ketua Partai Republik yang akan datang di Michigan dan suaminya, seorang anggota parlemen, telah bergabung dalam situs media sosial konservatif setelah kerusuhan Capitol dengan topiknya adalah kemungkinan perang sipil.
Philp Reynolds, anggota komite pusat GOP di County Santa Clara California, tampaknya mendesak pemberontak di media sosial selama serangan 6 Januari dengan mengumumkan dalam Facebook.
“Perang sudah dimulai. Warga angkat senjata! Tabuh genderang. Perang sipil atau tidak perang sipil?” ujarnya.
Retorika yang meningkat dengan bahasa ekstrimis sayap kanan dan supremasi kulit putih telah dipakai selama bertahun-tahun, serta mengikuti setahun kekerasan perang sipil atas pembunuhan George Floyd oleh petugas polisi kulit putih dan kaitannya kepada rasisme yang sistemik. Sejumlah sayap kiri juga memakai bahasa serupa, yang diumpamakan Republik untuk menganjurkan perang sipil baru.
Sumber: Suara Pembaruan