Aturan Baru! Peserta BPJS Kesehatan Non PBI Nggak ‘Gratis’ Lagi

0
Peserta BPJS Kesehatan non PBI akan dikenai urun biaya. (Ilustrasi: Grandyos Zafna/detikHealth)

Pelita.Online, Jakarta – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mensosialisasikan regulasi yang termuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 mengenai urun biaya dan selisih biaya JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat).

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief mengatakan bahwa nantinya peserta BPJS akan membayar urun biaya untuk rawat jalan pada setiap kunjungan, di rumah sakit kelas A dan B sebesar Rp 20.000, sedangkan di rumah sakit kelas C dan D sebesar Rp 10.000.

Sementara untuk rawat inap, besaran urun biayanya adalah 10 persen dari biaya pelayanan dihitung dari total tarif INA CBG’s (Indonesian Case Based Groups) setiap kali melakukan rawat inap, atau maksimal Rp 30 juta.

“Urun biaya dikenakan kepada peserta-peserta yang mendapatkan pelayanan tertentu yang tergolong bisa terjadi penyalahgunaan oleh peserta dikarenakan selera maupun perilaku peserta,” ujar Budi saat ditemui di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Cempaka Putih, Jakarta Timur, Jumat (18/1/2019).

Budi menegaskan bahwa peraturan ini belum diimplementasikan karena Kementerian Kesehatan belum menentukan jenis-jenis penyakit apa saja yang bisa berpotensi disalahgunakan.

“Tidak untuk semua penyakit, ada jenis-jenis penyakit yang berpotensi. Dalam hal ini belum bisa menyampaikan apa saja jenisnya, berapa banyak, tunggu dari Kemenkes,” imbuhnya.

Selain itu, peraturan ini pun tidak berlaku pada peserta PBI (penerima bantuan iuran) ataupun peserta yang dibayarkan pemerintah daerah. Peraturan ini akan berlaku untuk peserta non PBI atau bayar mandiri.

Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyambut baik regulasi ini. Ia mengatakan peraturan ini dapat mencegah adanya kecurangan yang dilakukan oknum rumah sakit, tenaga medis, ataupun peserta.

“Kebijakan ini anomali potensinya harus diwaspadai adanya biaya ilegal yang diterapkan tapi notabenenya tidak masuk ke BPJS, malah ke rumah sakit atau oknum-oknum,” jelasnya.

“Adanya eksploitasi pasien, misal operasi sesar, ada tren seharusnya bisa normal tapi didesain sedemikian rupa sehingga dioperasi sesar. Kadang-kadang trennya dibujuk dokter ‘sudah operasi sesar saja’, berarti ada kepentingan ekonomi di balik itu,” lanjut Tulus

Detik.com

LEAVE A REPLY