BIN Mengaku Sulit Cegah Aksi Teroris dengan Aturan Saat Ini

0

Pelita.Online – Rentetan aksi teror di Surabaya menimbulkan tanya soal peran intelijen Indonesia dalam mencegah aksi terorisme. Terlebih satu keluarga yang mengebom tiga gereja pada Minggu (13/5) diduga pernah bergabung dengan ISIS di Suriah. Kelompok tersebut dianggap seharusnya mendapat pengawasan.

Namun, Badan Intelijen Negara (BIN) mengaku tidak bisa bertindak banyak untuk menanggulangi gerakan kelompok radikal. Bahkan untuk orang yang pernah bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak.

Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Purwanto menyebut, dengan aturan yang berlaku saat ini, aparat hukum hanya bisa menindak orang-orang yang terbukti pernah ikut perang bersama ISIS. Sedangkan eks-pengikut ISIS yang tidak angkat senjata tidak bisa diproses hukum.

“Kalau yang baru pulang khusus laki-laki yang ikut di medan perang ada perlakuan khusus. Tapi yang tidak di bagian depan, di bagian kesehatan, di pembantu umum, dapur umum, perlakuannya beda, tapi tetap dimintai keterangan,” kata Wawan kepada kumparan (kumparan.com), Minggu (13/5).

Pengamanan ledakan bom di Surabaya.

Pengamanan ledakan bom di Surabaya. (Foto: AFP/JUNI KRISWANTO)

Meski tidak sampai ikut angkat senjata, Wawan mengakui orang-orang itu sudah terpapar paham radikal. Aparat hanya bisa memantau mereka tanpa tindakan hukum hingga ada tindakan melawan hukum.

“Memang sekarang semua aparat keamanan, polisi juga kalau tidak ada bukti permulaan pasti dipraperadilankan. berbeda dulu kita sebelum reformasi punya UU Anti Subversi, seperti ISA (Internal Security Act) Malaysia dan Singapura. Tangkap tanpa bukti bisa,” kata Wawan.

“Sementara mereka (teroris) pintar sembunyikan bukti. Dampaknya sudah meledak begini baru ada bukti kan susah,” sambungnya.
Wawan bahkan mengaku, BIN beberapa kali menemukan pelatihan serupa militer yang dilakukan kelompok mecurigakan. Namun, aparat tidak bisa menindaklanjuti temuan itu karena tidak ada bukti pelanggaran hukum.

“Mereka lagi latihan perang saja digerebek, tapi tidak ditemukan senjata, cuma bambu sama kayu. Ya dilepas lagi. Coba di Malaysia begitu, langsung dimasukkan penjara sampe dua tahun tanpa diadili,” ujarnya.

Jokowi tinjau lokasi ledakan bom di Surabaya

Jokowi tinjau lokasi ledakan bom di Surabaya. (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)

Kondisi ini dianggap Wawan perlu dipandang para stake holder dalam revisi UU Anti Terorisme. Kekhawatiran adanya pengungkungan kebebasan akibat revisi aturan itu dianggapnya bisa saja menjadi tameng teroris.

“Itu bukan pengungkungan kebebasan. Terorisme dibiarkan makan korban banyak, ini extra ordinary crime sehingga perlu (upaya) ekstra,” sebutnya.

Kumparan.com

LEAVE A REPLY