Desak Pemprov DKI Hentikan Swastanisasi Air, Koalisi Masyarakat: Privatisasi Mendiskriminasi Rumah Tangga Miskin

0

pelita.online – Sejumlah warga DKI yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) mendesak Pemprov DKI untuk menghentikan swastanisasi dan mengambil alih pengelolaan layanan air di Jakarta. Tuntutan ini disampaikan oleh salah satu anggota koalisi Sigit K Budiono sebagai perwakilan Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), bertepatan dengan peringatan Hari Air Sedunia 2023 yang jatuh pada Rabu (22/3/2023). Meski kontrak kerja sama Pemprov DKI Jakarta dengan PT Palyja dan PT Aetra telah berakhir, tetapi ada kontrak baru dengan PT Moya Indonesia pada 14 Oktober 2022 yang menandakan babak baru swastanisasi air. “Alih-alih mengevaluasi terkait dengan praktik swastanisasi air Jakarta yang telah berlangsung selama 25 tahun dengan Aetra dan Palyja, Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya justru menandatangani kontrak dengan PT Moya Indonesia pada 14 Oktober 2022 lalu,” kata Sigit saat konferensi pers di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jalan Diponegoro No.74, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu.

Menurut Sigit, kontrak tersebut menjadi kabar buruk bagi warga Jakarta. Salah satu alasannya adalah karena privatisasi air telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat selama 25 tahun. “Cakupan layanan air Jakarta stagnan pada angka sekitar 65 persen,” jelas Sigit. “Privatisasi layanan air juga telah meminggirkan dan mendiskriminasi rumah tangga miskin yang seringkali berada di wilayah yang dikategorikan ‘abu-abu’ atau ‘ilegal,” tambah dia. Warga permukiman informal, kata Sigit, tidak bisa mengakses sambungan air dari jaringan pipa distribusi karena tidak memiliki sertifikat hak milik. “Mereka terpaksa mengandalkan mekanisme alternatif yang seringkali eksploitatif dan mahal,” tutur dia.

Bahkan, wilayah yang terfasilitasi jaringan perpipaan juga tidak memiliki kualitas yang maksimal. “Pasokan air terputus-putus. Kualitas airnya tidak dapat diminum. Air yang mengalir masih membutuhkan mekanisme lanjutan, seperti adanya pengendapan, dan perlunya penambahan dari sumber lain termasuk air tanah dan air kemasan,” ungkap Sigit. Atas hal tersebut, Sigit sebagai perwakilan KMMSAJ berharap Pemprov DKI dapat membatalkan kontrak dan mulai memerhatikan pengelolaan air yang inklusif. “Juga, berbasis pada pemenuhan Hak Asasi Manusia, sebagai hak dasar yang melekat dan tidak dapat dihilangkan oleh keadaan apapun. Termasuk, karena kerentanan seseorang,” pungkas dia.

sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY