DPR Mending Panggil Obligor BLBI daripada Urusi Hak Angket KPK

0
Ilustrasi sidang paripurna DPR Sumber foto: Lamhot Aritonang/detikcom

JAKARTA, Pelita.Online – DPR menggulirkan hak angket untuk meminta KPK membuka rekaman anggota DPR Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani berkaitan dengan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Namun langkah ini dinilai menghalangi proses hukum yang tengah berlangsung berkaitan dengan kasus tersebut.

Malahan, DPR dianggap tidak memiliki prioritas kerja yang jelas. Deputi Sekjen FITRA Apung Widadi menilai DPR lebih baik mengajukan hak angket perihal kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).

“DPR tak punya prioritas kerja, dari pada angket ke KPK lebih baik angket SKL BLBI. Panggil obligor konglomerat yang belum bayar utang ke negara, kabur bawa raturan triliun uang negara,” kata Apung melalui keterangan persnya, Selasa (2/5/2017).

Menurut Apung, dari skala prioritas seharusnya DPR lebih melihat kepentingan masa depan ekonomi bangsa. Dengan memperhatikan hal itu, Apung mengatakan seharusnya DPR membantu proses penyidikan KPK dengan memanggil para obligor tersebut melalui hak angket.

“Dalam penanganan BLBI ini, seharusnya DPR membantu proses non litigasi yaitu memanggil obligor yang belum melunasi utang BLBI, seperti disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mencapai Rp 33 triliun per 2017 ini. DPR harus lihat, angka tersebut betul tidak karena riilnya bisa lebih dari itu, korupsi riilnya senilai Rp 138 triliun. Perlu ditelusuri siapa obligor dengan pengemplang tertinggi dan kapan kesanggupan melunasi,” papar Apung.

Apalagi, lanjut Apung, saat ini KPK telah memasuki proses penyidikan dengan menetapkan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka berkaitan dengan (surat keterangan lunas) SKL yang diterbitkan untuk Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

“DPR harus paham, kerja memanggil obligor BLBI ini aksi penyelamatan uang negara daripada angket KPK. Jadi DPR jelas tidak punya prioritas dalam pemberantasan korupsi. Yang korupsi dibilang tidak korupsi, yang antikorupsi malah diserang balik,” ujar Apung.

Republika.co.id

LEAVE A REPLY