G30S: 58 Tahun Lalu, Begini Proses Evakuasi 7 Jasad Pahlawan Revolusi dari Sumur Lubang Buaya

0

pelita.online – Tragedi G30S 1965 merupakan salah satu sejarah kelam yang pernah terjadi di Indonesia. Walaupun sudah 58 tahun yang lalu, tetapi tragedi tersebut masih bersemayam di ingatan. Bagaimana tidak, dalam tragedi itu tujuh perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) gugur menjadi korban. Setelahnya, tujuh perwira tersebut disebut sebagai Pahlawan Revolusi

Pahlawan Revolusi tersebut ialah Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal M.T. Haryono, Mayor Jenderal S. Parman, Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo, dan Letnan Satu Pierre Tendean.

Tujuh orang tersebut dijemput paksa oleh pasukan Cakrabirawa pada tengah malam menuju dini hari. Setelah dijemput paksa, mereka dibawa ke daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Setelah disiksa dan dibunuh, jasad mereka dibuang ke sebuah lubang sumur kecil, yang kemudian disebut sebagai sumur Lubang Buaya.

Proses Pengangkatan Jenazah Pahlawan Revolusi

Tiga hari setelah kejadian, jasad para Pahlawan Revolusi baru bisa ditemukan. Jenazah mereka ditemukan pertama kali pada 3 Oktober 1965. Lokasi para jenazah ditemukan oleh Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat alias RPKAD. Jenazah ditemukan dalam sumur sedalam 12 hingga 15 meter dengan diameter sekitar 0,75 meter di Lubang Buaya.

Melihat kondisi tersebut, keterbatasan alat menjadi kendala tim evakuasi. Akibatnya, proses evakuasi menjadi terhambat dan membutuhkan waktu yang lebih kama. Akhirnya, jenazah para Pahlawan Revolusi baru bisa diangkat seluruhnya pada 4 Oktober 1965.

Menurut catatan, setidaknya ada 11 orang yang melakukan pengangkatan jenazah tersebut, yaitu Pembantu Letnan Marinir Dua (purn) Sugimin, Winarto, Sutarto, Saparimin, J. Kandouw, A.Sudardjo, Hartono, Samuri, I. Subekti, dokter gigi Baharudin Sumarno, dan dokter tentara Kho Tjioe Liong.

Menurut Sugiman, proses pengangkatan jenazah diperkirakan berlangsung pada pukul 11.00 dan selesai pada pukul 15.00. Proses pengangkatan ini seluruhnya merupakan perintah dari Mayor Jenderal Pangkostrad Soeharto. Kelak, Soeharto menjadi presiden kedua sekaligus presiden yang paling lama menjabat dalam sejarah Indonesia.

Sugimin, kepada Tempo pada 2017, mengatakan bahwa jenazah para jenderal dalam kondisi utuh dan tidak seperti cerita-cerita yang beredar. “Semua jenazah dalam keadaan utuh. Tidak ada yang matanya dicungkil atau kemaluannya dipotong, seperti cerita yang beredar, “ terang Sugimin.

Sugimin mengatakan saat itu pasukan evakuasi awalnya hanya bisa melihat kaki para Pahlawan Revolusi yang dibuang. Hal tersebut terjadi karena jenazah dibuang dengan posisi kepala terlebih dahulu. Proses pengangkatan jenazah pun berlangsung cukup dramatis. Sebelumnya, banyak prajurit yang pingsan akibat menghirup gas yang berasal dari dalam sumur.

Selain itu, Sugimin mengungkapkan jenazah pertama yang diangkat pasukan evakuasi adalah Pierre Tendean dan yang berada di dasar sumur atau terakhir adalah D.I Panjaitan. Pasukan evakuasi juga kesusahan ketika mengangkat jenazah Ahmad Yani dan Sutoyo. Bahkan, keduanya sempat terjatuh kembali ke dasar sumur karena tali tidak kuat menopang jasad mereka.

“Jenazah dimasukkan peti dan langsung dibawa ke Rumah Sakit Gatot Subroto menggunakan Panser. Setelah semua mayat terangkat, lokasi disterilkan, tidak boleh ada yang mendekat. Dijaga pasukan baret merah,” lanjut Sugimin.

Setelah seluruh jenazah Pahlawan Revolusi korban G30S diangkat pada 4 Oktober 1965, ketujuh jenazah perwira TNI AD tersebut dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 5 Oktober. Tanggal pemakaman bertepatan dengan ulang tahun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ke-20.

sumber : tempo.co

LEAVE A REPLY