Kabareskrim: Polisi Virtual Bisa Disanggah, Bukan Berdebat

0

Pelita.online – Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan pemilik akun media sosial yang mendapat teguran dari polisi virtual dapat memberikan sanggahan apabila konten tersebut berlanjut ke proses hukum.

Dalam hal ini, Agus merujuk apabila konten yang berpotensi melanggar pidana itu dilaporkan oleh seseorang kepada pihak kepolisian.

“Menyanggah kan, hak mereka. Namun yang disampaikan oleh anggota yang tergabung dalam virtual police tersebut tentu terkait konten yang di-upload,” kata Agus saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (28/2).
Agus menekankan bahwa pihaknya tetap membuka ruang klarifikasi dan sanggahan apabila teguran dari tim polisi virtual tak diindahkan.

Selain itu, konten-konten yang dianggap mengganggu stabilitas nasional, intoleran, dan menimbulkan konflik sosial juga akan mendapat ruang untuk memberi klarifikasi terkait unggahannya.

“Klarifikasi dapat dilakukan saat itu,” kata dia lagi.

Hanya saja, kata dia, pihak kepolisian berharap agar tim polisi virtual ini dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat agar bijak menggunakan media sosial. Sehingga, kata Agus, tak perlu berdebat di dunia maya akan hal itu.

Infografis Cara Kerja Virtual Police. (CNN Indonesia/Fajrian)
Menurutnya, akan lebih baik apabila masyarakat langsung mengikuti teguran dari kepolisian di dunia maya dan menghapus konten yang berpotensi pidana itu.

“Sebaiknya, kalau sudah diperingatkan ya dihapus dengan permohonan maaf. Kalau sudah dihapus dan minta maaf ya artinya menyadari kesalahannya,” ucap Kabareskrim.

“Kesadaran yang diharapkan, bukan berdebat di dunia maya,” tambahnya.

Polisi mengklaim bahwa teguran yang dikirim ke pemilik akun sudah melalui proses kajian yang melibatkan ahli bahasa, ahli pidana, hingga ahli ITE. Hal tersebut dilakukan guna menekan subjektivitas polisi dalam menilai suatu konten yang tersebar di internet untuk kemudian ditegur.

Hanya saja, keberadaan polisi virtual itu kian menuai kritik. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, menganggap keberadaan unit baru Polri itu akan mempersulit warga untuk membela diri ketika dianggap melanggar UU ITE.

Menurut Asfi, keberadaan polisi virtual juga mempersempit celah untuk perdebatan dalam menafsirkan UU ITE yang selama ini dianggap multitafsir.

“Bandingnya gimana kalau dia tidak setuju dengan kesimpulan polisi kalau dia perlu diperingatkan?” kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (26/2).

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY