Kelas 1-3 Dihapus, Bos BPJS Kesehatan Sebut Ini Lebih Penting

0

Pelita.Online – Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan adanya kebutuhan yang lebih penting dari layanan kesehatan standar di berbagai rumah sakit Indonesia, ketimbang penghapusan kelas 1, 2, dan 3 di ruang rawat inap.

Ia berujar, penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) yang nantinya akan menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 ruang rawat peserta BPJS Kesehatan hanya standarisasi fisik fasilitas kesehatan, namun tidak menyebabkan pelayanan klinis bagi para pasiennya juga terstandarisasi.

“KRIS tadi kan fisik, Jadi kalau bisa justru yang paling penting standarisasi pelayanan klinis, bagaimana mengobati pasien, standarnya seperti apa, itu yang disebut PNPK atau pedoman nasional praktik kedokteran, itu dibikin dulu,” kata Ali saat ditemui di kawasan DPR, seperti dikutip Senin (13/2/2023).

“Yang penting enggak dibicarain, yang kurang penting didiskusikan terus, ditanya terus,” ujarnya.

Menurutnya, yang dibutuhkan masyarakat saat ini sebetulnya bukan hanya standarisasi kelas ruang rawat inap, melainkan adanya standar pelayanan pengobatan. Dengan adanya standar itu, dipastikannya masyarakat akan mendapatkan layanan pengobatan yang setara di setiap fasilitas kesehatan.

“Itu digarap dulu, kok ngomong tentang hapus-hapus kelas. Ngomongnya tentang bagaimana sesuai anda yang inginkan, pelayanan yang standar, pelayanan yang setara. Untuk setara caranya melayani dibikin dulu yang standar lah ini aja belum secara klinis,” ucap Ali.

Dengan adanya pedoman pelayanan kesehatan yang mencakup seluruh tata cara penanganan kesehatan masyarakat, bukan hanya sesuai penyakitnya, maka kata Ali Ghufron setiap pasien yang berobat ke fasilitas kesehatan tidak akan mendapatkan perlakuan yang berbeda-beda.

“Ini belum banyak digarap clinical practice guidelines, petunjuk pelaksanaan klinis kalau anda tadi dihapus biar apa sih? Kalau mau standar clinical guideline itu dibikin, jadi tidak diobati menurut kepercayaan atau menurut lulusan UGM, UI, Undip, masing-masing beda,” ucapnya.

Kendati begitu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, dengan penerapan kelas standar itu, maka ruang rawat inap di setiap rumah sakit harus menyesuaikan dengan 12 kriteria KRIS yang telah ditetapkan pemerintah. Misalnya jumlah tempat tidur yang maksimal empat buah.

Dengan begitu, ia menilai para peserta BPJS Kesehatan akan menikmati standar layanan yang setara dan semakin baik. Sebab, dengan adanya 12 kriteria KRIS itu tidak lagi membuat ruang rawat inap penuh sesak dengan banyaknya tempat tidur perawatan dan adanya satu tenaga kesehatan di tiap tempat tidur.

“Paling signifikan satu kamar itu empat tempat tidur, jadi kita ingin memberikan layanan yang baik buat masyarakat, jangan terlalu sesak,” tutur Budi saat ditemui di kawasan DPR, Jakarta, pekan lalu.

Kebijakan penghapusan kelas 1, 2, dan 3 rawat inap BPJS Kesehatan akan segera dilaksanakan pada tahun ini setelah rampungnya revisi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018. Perpres itu akan mengatur penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) secara bertahap hingga 2025.

Adapun 12 kriteria ruang rawat inap yang harus dipenuhi untuk implementasi KRIS secara berurutan adalah sebagai berikut:

1. Komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi

2. Ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal 6 kali pergantian udara per jam

3. Pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur

4. Kelengkapan tempat tidur berupa adanya 2 kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur

5. Adanya tenaga kesehatan per tempat tidur

6. Dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 20 celcius sampai dengan 26 celcius

7. Ruangan telah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit

8. Kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter

9. Tirai/partisi dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung

10. Kamar mandi dalam ruang rawat inap

11. Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas

12. Outlet oksigen

sumber : cnbcindonesia.com

 

LEAVE A REPLY