Kemenag Usul Biaya Haji Naik Jadi Rp 69 Juta, Ini Alasannya!

0

Pelita.Online – Kementerian Agama (Kemenag) buka suara terkait dengan usulan kenaikan biaya haji tahun 2023 yang mencapai Rp 69,20 juta. Adapun, angka ini berdasarkan usulan skema pembiayaan dengan proporsi 70% biaya yang ditanggung jamaah haji (Bipih) sebesar Rp 69,20 juta dan 30% sisanya berupa nilai manfaat sebesar Rp 29,7 juta.

Dengan demikian, artinya jumlah Bipih tersebut melonjak nyaris dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 39,8 juta.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menjelaskan bahwa kenaikan Bipih terjadi karena adanya perubahan skema prosentase komponen Bipih dan Nilai Manfaat.

Dia menjelasnkan pemerintah menilai skema komposisi 70% Bipih dan 30% nilai manfaat lebih berkeadilan jika diterapkan untuk penyelenggaraan haji tahun ini. Pasalnya hal tersebut ditujukan untuk menjaga keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan.

“Ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis,” terang Hilman Latief di Jakarta, dikutip Selasa (14/2/2023).

Nilai manfaat adalah hasil dari pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hilman mengatakan terhitung sejak 2010 sampai dengan 2022 pemanfaatan dana nilai manfaat terus mengalami peningkatan.

Hilman menuturkan nilai manfaat dari hasil pengelolaan hanya Rp4,45 juta pada 2010. Sedangkan Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13%, sementara Bipih 87%.

Kemudian seiring berjalannya waktu, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19% (2011 dan 2012), 25% (2013), 32% (2014), 39% (2015), 42% (2016), 44% (2017), 49% (2018 dan 2019). Di tahun 2020 dan 2021 pemerintah tidak memberangkatkan jamaah haji karena pandemi Covid-19. Kemudian, pada 2022 penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59%.

Kenaikan ini dikarenakan Arab Saudi melakukan penyesuaian layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan).

Menurut Kemenag, nilai manfaat yang bersumber dari hasil pengelolaan dana haji merupakan hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat. Dengan demikian, Hilman berpandangan dana tersebut harus mulai digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan.

“Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini, sehingga kesediaan nilai manfaat lebih tinggi lagi,” katanya.

Lebih lanjut, pemerintah menilai komposisi Bipih dan Nilai Manfaat harus dibuat proporsional. Jika masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiaayaan haji jangka panjang.

“Jika komposisi Bipih (41%) dan NM (59%), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal jamaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang juga berhak atas nilai manfaat,” tegasnya.

Atas dasar ini, pemerintah mengusulkan dana haji sebesar Rp 98,89 juta dengan skema pembiayaan yakni Bipih (70%) dan nilai manfaat (30%).

Adapun rincian biaya yang dibebankan langsung oleh jemaah akan digunakan untuk membayar sebagai berikut:

1) Biaya Penerbangan dari Embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp 33,98 juta;
2) Akomodasi Makkah Rp 18,77 juta;
3) Akomodasi Madinah Rp 5,6 juta;
4) Living Cost Rp 4,08 juta; 5) Visa Rp 1,22 juta;
6) Paket Layanan Masyair Rp 5,54 juta.

sumber : cnbcindonesia.com

LEAVE A REPLY