KPI Disentil, Komisi I Nilai Talkshow Lebih Aman dari Sinetron soal Prokes

0

Pelita.online – Presenter Deddy Corbuzier menyoroti aturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) soal protokol kesehatan pemakaian masker di acara talkshow dan sinetron. Anggota Komisi I DPR menilai KPI seharusnya tegas terhadap semua acara televisi.

“Ya Deddy benar. Aturan itu ya aturan berlaku untuk semua,” kata anggota Komisi I Fraksi PDIP, Tb Hasanuddin saat dihubungi, Minggu (14/2/2021).

“Kepada siapa pun harus tegas, bukan hanya kepada sinetron saja,” lanjutnya.

Menurut Hasanuddin, acara talkshow malah dinilai lebih ‘aman’ dibanding sinetron terkait prokes. Sebab, jumlah orang di acara talkshow lebih sedikit.

“Di talkshow setahu saya lebih aman dari pada sinetron, talkshow orangnya relatif lebih sedikit,” ujar Hasanuddin.

Senada dengan Hasanuddin, Anggota Komisi I Fraksi PKS Sukamta menilai KPI memang harus tegas terhadap semua acara televisi. Tak hanya itu, menurutnya, lembaga penyiaran juga wajib memberikan contoh baik dalam penerapan protokol kesehatan.

“Dalam hal sekarang masa pandemi dan masyarakat terus perlu bersama-sama diingatkan mematuhi prokes covid, itu menjadi tugas kita bersama. Apalagi media penyiaran TV yang memakai frekuensi publik. Wajib hukumnya memberikan teladan dan KPI bertugas memberikan pengawasannya,” kata Sukamta menambahkan.

Sebelumnya, Deddy Corbuzier mempertanyakan soal aturan protokol kesehatan dari KPI. Dia bingung soal aturan pemakaian masker.

“Gua ini lagi bingung sama aturan KPI, Komisi Penyiaran Indonesia. Kan gua punya talkshow, talkshow gua duduknya jauh-jauh, tidak berdiri, tidak salam-salam, sudah mengikuti protokol kesehatan, PCR, semuanya, terus harus pakai masker. Nah Anda mungkin belum pernah ngebawain talkshow 1 jam pakai masker. Teman-teman mungkin nggak berani ngomong juga, tapi ya sudahlah, anggap aja memang itu ngebantu. Tapi sinetron boleh nggak pakai masker. Mantap,” ujar Deddy seperti dalam unggahan videonya di akun Instagram @mastercorbuzier, seperti dilihat, Minggu (14/2)

“Apakah mungkin kalian berpikir protokol kesehatan mereka lebih baik dibandingkan kita, saya nggak tau. Atau protokolnya lebih mahal, saya juga nggak tahu,” imbuhnya.

Deddy tak menyoal jika seandainya protokol kesehatan dalam proses produksi film atau sinetron sudah diterapkan secara baik. Dia khawatir ketika adegan dalam sinetron tak memakai masker justru jadi cerminan di masyarakat.

“Tapi kalau seandainya memang mereka protokolnya jauh lebih baik dibandingkan kita dan Anda sudah mengeceknya tiap hari, bukankah gambaran film atau sinetron itu menggambarkan kehidupan seseorang, kehidupan masyarakat di Indonesia juga, jadi masyarakat akan melihat oh ternyata kalau di jalan, pacaran, itu boleh nggak pakai masker. Kan kelihatan, digambarkan,” ujarnya.

Bagaimana penjelasan KPI soal prokes di acara TV? Simak halaman selanjutnya…

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio menyampaikan terima kasih atas respons masyarakat terkait kebijakan protokol kesehatan di televisi. Pada dasarnya, Agung mengatakan kebijakan yang diambil KPI merupakan bentuk dukungan atas usaha pemerintah dalam menanggulangi pandemi di negeri ini.

Agung menuturkan kebijakan ini juga merupakan bentuk kontribusi KPI sebagai regulator penyiaran dalam usaha bersama seluruh komponen anak bangsa menekan laju penyebaran virus yang hingga saat ini telah tembus di angka 1 juta penduduk yang terinfeksi. Hal tersebut disampaikan Agung menjawab masukan publik terhadap kebijakan protokol kesehatan di lembaga penyiaran yang ditetapkan KPI.

Dia mengakui kebijakan KPI dalam melibatkan lembaga penyiaran dalam kampanye penanggulangan laju COVID-19 melalui penerapan protokol Kesehatan sejak awal telah menuai pro dan kontra. Namun KPI dan Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 menyadari posisi lembaga penyiaran yang sangat vital sebagai media pencegahan.

Pertama, lanjutnya, karena alasan jangkauan siaran televisi dan radio yang hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Kedua, karena sosok figur publik yang menjadi pengisi acara di televisi dan radio.

Dia menjelaskan Satgas COVID-19 dan KPI sangat menyadari betul bahwa popularitas dan kekuatan para pesohor pada para pengikutnya. Karena itu, lanjutnya, dari merekalah pesan protokol itu diharapkan dapat tersampaikan, sekaligus memberi contoh bagi publik atas ketaatan mereka mematuhi protokol kesehatan. KPI juga menyadari ada kesulitan yang dirasakan dalam implementasi kebijakan ini.

“Termasuk adanya kesan bias atas kebijakan tersebut pada program-program yang lain. Di satu sisi, untuk produksi sinetron, KPI telah meminta agar dilakukan penyesuaian dalam pembuatan adegan,” ujar Agung.

Dalam konteks penerapan protokol kesehatan, kata Agung, ada otoritas Satgas COVID-19 yang lebih memahami kondisi terkini dan kondisi darurat yang harus ditanggulangi. Dalam rapat koordinasi antara KPI, Satgas COVID-19 dan lembaga penyiaran, lanjutnya, penegakan protokol kesehatan juga bertujuan untuk memberikan perlindungan pada pelaku industri penyiaran.

“Penggunaan masker misalnya, adalah sebuah kebijakan yang didasari pada kajian dari Satgas COVID-19. Masker ini tidak dapat digantikan dengan hanya menggunakan face shield sebagai pelindung wajah belaka. Jika memang hendak mengenakan face shield, harus dilengkapi dengan pemakaian masker. Selain merupakan usaha untuk mengurangi penyebaran virus COVID-19 pada lokasi pengambilan gambar, juga menjadi bentuk edukasi kepada publik untuk tetap disiplin mengenakan masker saat berinteraksi dengan orang lain,” ujarnya.

Selanjutnya, KPI terbuka dengan kritik:

Agung memaparkan penyiaran bukanlah sebuah ruang hampa yang lepas dari realitas khalayak dan masyarakat di sekitarnya. Justru penyiaran merupakan medium yang menghubungkan antarkhalayak. Adanya tuntutan untuk memberikan kelonggaran atas protokol kesehatan di televisi dan radio justru akan menjadikan penyiaran semakin asing dari khalayaknya sendiri. Saat pengetatan dan pembatasan sosial kembali ditingkatkan lewat aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tentu tidak ada alasan untuk mengendurkannya pada tampilan televisi.

Agung menegaskan KPI tentu sangat terbuka dengan adanya masukan dan kritik dari masyarakat. Termasuk juga tuntutan perlakuan yang adil pada seluruh program siaran di televisi dan radio.

“Kami menyadari, di tengah imbauan masyarakat untuk beraktivitas dari rumah, siaran televisi menjadi salah satu alternatif hiburan banyak dinikmati masyarakat. Tayangan berkualitas harus terjaga bahkan harus ditingkatkan dan terus meminimalkan kemungkinan dampak negatif yang timbul,” ucapnya.

Dia menekankan KPI terus mencari solusi terbaik dan adil untuk pengutamaan protokol kesehatan di televisi. Ketika tayangan TV terlihat mengabaikan protokol kesehatan, lanjutnya, tentu KPI dituding melakukan pembiaran, namun saat melakukan penegakan kebijakan protokol kesehatan KPI juga mendapatkan kritik.

Sebagai lembaga yang merupakan representasi publik, KPI mengaku sangat siap dan menjadikan kritik sebagai masukan sambil mencari solusi yang baik agar semua pihak menjadi nyaman, aman, dan tenang di rumah hingga pandemi ini terkendali dan teratasi. KPI mengatakan kritik adalah bukti bahwa masyarakat peduli dan selalu memberikan koreksi dan menginginkan tayangan berkualitas.

“KPI akan segera berkoordinasi dengan segenap pemangku kepentingan penyiaran serta Satgas COVID-19, untuk mengambil langkah paling baik. Kami tetap berkeyakinan, kiprah televisi dan radio sangat besar dalam menjaga bangsa ini dari pandemi. Baik itu lewat sosialisasi dan literasi COVID-19 maupun lewat program siaran yang mengedukasi secara langsung ataupun tidak agar masyarakat ikut serta berperan aktif menuntaskan pandemi di negeri ini,” pungkas Agung.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY