Letusan Gunung Merapi Makin Sulit Dideteksi, Ini Sebabnya

0
Gunung Merapi di Yogyakarta

Pelita.Online – Sejumlah faktor membuat letusan magmatik Gunung Merapi kini menjadi lebih sulit terdeteksi. “Tanda-tanda letusan magmatik Merapi ke depan ini tidak secantik tanda-tanda erupsi 2010,” kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Agus Budi Santoso kepada Tempo, di kantornya, Rabu, 23 Mei 2018. Ia berharap bisa menemukan tanda-tanda itu.

Agus menuturkan, sebelum terjadi letusan pada 2006 dan 2010, aktivitas dan karakter Gunung Merapi sangat terlihat, sehingga perkiraan waktu letusan lebih mudah terdeteksi. Saat ini, gempa vulkano-tektonik belum intens.

Dari letusan freatik pada Rabu, 23 Mei 2018, pukul 03.31, BPPTKG mencatat terjadi gempa vulkano-tektonik hanya satu kali dalam rentang waktu 00.00-06.00. “Kami berharap sebelum magma ini bergerak ke arah permukaan, aktivitas kegempaan meningkat sehingga bisa diketahui perkiraan letusan.”

Selain aktivitas gempa yang minim, sumbat puncak Merapi kini lebih tipis. Kejadian pada 2006 dan 2010, puncak Merapi benar-benar runcing. “Itu indikasi adanya sumbat yang kuat untuk mendeteksi pergerakan magma, sekarang sumbatnya tipis,” kata Agus.

Sebelum erupsi besar 2010, pergerakan Merapi ditandai banyaknya gempa vulkano-tektonik yang mengiringi pada awal September. Adapun letusan 2010 terjadi pada Oktober. Gempa vulkano-tektonik dalam bisa terjadi sampai lima kali sehari pada awal September.

Memasuki Oktober 2010, meski gempa vulkano-tektonik dalam masih terjadi, sudah mulai muncul gempa vulkano-tektonik dangkal yang meningkat sangat tajam. Peralihan gempa vulkano-tektonik dalam ke dangkal saat itu menunjukkan adanya migrasi atau pergerakan magma Gunung Merapi. “Sehingga tanda-tanda dan perkiraan letusan masih bisa diketahui,” ujar Agus.

Tempo.co

LEAVE A REPLY