MA dan KY Bisa Evaluasi Hakim Praperadilan Setnov

0

Jakarta, Pelita.OnlineĀ – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting menilai, masih ada ruang bagi Mahkamah Agung (MA) Komisi Yudisial (KY) melakukan evaluasi terhadap putusan praperadilan yang dimohonkan Ketua DPR Setya Novanto. Pada Jumat (29/9), hakim Cepi Iskandar mengabulkan permohonan Novanto.

Miko mengatakan, meskipun Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016 menyatakan, bahwa terhadap putusan praperadilan tidak dapat digugat melalui upaya peninjauan kembali (PK), peraturan yang sama memberi ruang bagi MA untuk melakukan pengawasan terhadap putusan praperadilan. “Begitu juga KY yang juga dapat melakukan evaluasi dari sisi perilaku dan etik hakim. Oleh karena itu, MA dan KY seharusnya memberikan respons terhadap putusan praperadilan ini,” kata Miko, Senin (2/10).

Dari sisi substansi, Miko menjelaskan, salah satu pertimbangan yang mencolok adalah ketika hakim menyatakan bukti untuk menetapkan Novanto sebagai tersangka tidak sah karena muncul dan digunakan dalam perkara lain. Pertimbangan ini bermasalah, karena mengasumsikan satu bukti hanya berlaku untuk satu orang dan perbuatan. Apabila logika ini digunakan, maka tidak ada pengusutan perkara tindak pidana korupsi yang berdasar pada pengembangan kasus lain.

Berikutnya, pertimbangan hakim Cepi yang menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Setnov tidak sah karena dilakukan pada awal penyidikan. Hal ini, menurut Miko, menyimpang dari Pasal 44 UU KPK. Padahal, jika dirunut bahwa penetapan tersangka terhadap Setnov dilakukan melalui pengembangan kasus yang kesimpulannya adalah telah diperoleh minimal dua alat bukti yang sah untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.

“Oleh karena itu, KPK sah saja menetapkan Setnov sebagai tersangka sepanjang memiliki kecukupan alat bukti, yaitu minimal dua alat bukti sah,” lanjut dia.

Miko juga menilai, hal yang perlu diluruskan bahwa, praperadilan Setnov bukan merupakan pemeriksaan pokok perkara. Praperadilan Setnov hanya menguji apakah penetapan tersangka terhadap dirinya sah atau tidak.

Hakim dalam konteks ini menurut Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016 hanya menguji aspek formil dari minimal dua alat bukti yang sah yang dimiliki. Penentuan bersalah atau tidaknya Setnov nanti akan dilakukan pada pemeriksaan pokok perkara. Artinya, putusan praperadilan ini tidak menggugurkan dugaan bahwa telah terjadi tindak pidana.

Salah satu kuasa hukum Setya Novanto, Agus Trianto, mengapresiasi putusan hakim praperadilanĀ atas kliennya yang mengabulkan sebagian permohonan terhadap penetapan tersangka oleh KPK dalam kasus proyek pengadaan KTP-el. Namun, Agus tidak ingin menanggapi saat ditanya jika kliennya ditetapkan tersangka kembali oleh KPK.

Republika.co.id

LEAVE A REPLY