Mengapa Bambang Widjojanto Tidak Fokus pada Gugatan PHPU?

0

Pelita.online – Jumat, 14 Juni 2019 telah digelar sidang pertama sengketa Pilpres 2019 Mahkamah Konstitusi tentang gugatan dari kubu Capres 02 Prabowo-Sandi terhadap KPU .

Sejak pengajuan ke MK 24 Mei 2019 hingga ke Sidang MK perdana, Bambang Widjojanto (BW) nampak tidak fokus dalam memperjuangkan gugatannya ke MK, dan malah hal-hal lain yang terkait dengan gugatan inti nyaris tidak disinggung sama sekali.

Sebagai Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandi, BW tidak banyak memusatkan perhatiannya pada inti gugatan, yaitu “Hasil Pemilihan Umum – Pilpres”. Mengapa?

Justru publik menunggu dan mempertanyakan bagaimana BW akan memenangkan Prabowo dalam Sidang di MK? Tetapi respons, narasi, bahkan manuver yang dilakukan oleh BW semakin jauh panggang dari api.

Lihat saja dalam minggu ini, BW mengangkat soal Cawapres 01 KH Ma’ruf Amin yang berdasarkan data masih menjabat sebagai Komisaris di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Begitu bersemangatnya tim hukum untuk meyakinkan publik bahwa dengan bukti ini maka Capres 01 harus didiskualifikasi oleh Majelis Hakim di MK karena dianggap melanggar pasal 227 huruf p UU Pemilu.

Pasal di atas menyebut bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden harus menyertakan surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilu.

Apakah BW tidak memahami tentang proses seleksi Bakal Capres/Cawapres yang sudah dilakukan oleh KPU sejak awal? Bukankah ini masalah administrasi saja? Lalu, apakah BW juga tidak memahami bahwa gara-gara itu, kan tidak bisa berlaku mundur sehingga tidak sah?

Tim TKN diwakili Arsul Sani sudah menjelaskan bahwa status kedua bank itu bukan BUMN, sebagaimana yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 1 UU BUMN. Sebab, pemegang saham BSM adalah PT Bank Mandiri dan PT Mandiri Sekuritas, sementara pemegang saham BNI Syariah adalah PT Bank BNI dan PT BNI Life Insurance.

Maaf, orang awam hukum saja memahami bahwa harusnya keberatan tentang persyaratan administrasi Cawapres itu digugat sejak awal dan bukan sekarang, ketika hasil akhir sudah dicapai.

Mengapa BW tidak fokus saja untuk menarasikan gugatan pada perbedaan hasil perhitungan suara KPU secara keseluruhan di mana Prabowo kalah dengan selisih suara sekitar 17.000.000 suara?

Seharusnya yang diperjuangkan oleh tim BW dengan seluruh masyarakat adalah pembuktian bahwa 17 juta suara itu tidak benar, sehingga harusnya angka kemenangan itu sebesar 54% atau 64% pada kubu Prabowo-Sandi. Masyarakat pasti akan mendukung kalau ada fakta dan data hukum yang benar.

Tetapi, mengapa BW mulai mempersoalkan dana 13 miliar rupiah yang katanya bermasalah dari pribadi Jokowi? Kemudian dikaitkan dengan berbagai hal kekayaan Jokowi dan sumber-sumber lainnya?

Lha, apakah BW tidak mengerti bahwa urusan itu bukan ranahnya sidang MK? Karena MK hanya akan mendengarkan dari BW dan tim hukumnya bukti bahwa selisih hasil suara itu tidak benar.

Kalau selisih suara ada 17 juta, dan kalau di setiap TPS pemilih ada 300 orang, maka angka itu harusnya ada di sekitar 56.000-an yang tersebar di seluruh Indonesia.

Masyarakat menunggu bukti-bukti hukum tentang 56 ribuan TPS sebagai kesalahan yang dibuat oleh KPU dalam Pilpres 17 April yang lalu.

Jadi, tetap pertanyaannya adalah mengapa BW tidak fokus saja pada menggugat selisih suara 17 jutaan itu? Dan lebih banyak bernarasi hal-hal yang bukan hasil Pilpres. Hal-hal yang hanya terkait dengan proses penyelenggaraan seperti kecurangan Pilpres yang TSM.

Banyak pihak memahaminya sebagai salah alamatlah BW dan timnya kalau hal itu dibawa ke Sidang MK. Sangat mungkin akan ditolak lagi oleh MK sebelum sidang dilanjutkan lebih pada inti PHPU-nya.

Ketika pertanyaan ini, mengapa BW tidak fokus pada PHPU saja, teman-teman mengatakan pada saya bahwa kemungkinannya adalah BW memang tahu tentang itu, tetapi karena merasa gagal di Sidang MK maka BW mengalihkan persoalan dengan isu-isu lainnya.

Seperti Ma’ruf sebagai Komisaris salah satu BUMN, dana Pilpres 13 miliar dari pribadi Jokowi, isu tentang MK sebagai Mahkamah Kalkulator, dan sebagainya. Ini menjadi narasi yang sangat mudah direspons secara emosional oleh publik sehingga opini akan terbentuk, dan bisa saja menjadi bola salju yang akan menggelinding ke mana-mana dan akan melabrak apa saja, dan bisa saja menjadi tunggangan empuk bagi banyak pihak yang memang memiliki banyak the hiden agenda bagi negeri yang hebat ini.

 

Sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY