Pakar: Ketua KPK Lakukan Abuse of Power Berhentikan Brigjen Endar

0

Pelita.online – Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menilai perbuatan Ketua KPK Firli Bahuri yang memberhentikan dan mengembalikan Brigjen Endar Priantoro ke Polri sebagai bentuk abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.
“Tidak hanya arogan, tapi itu sudah bisa dikualifikasikan abuse of power. Mengatur KPK sesuai dengan selera pribadinya, tidak berbasis aturan hukum,” kata Herdiansyah saat dihubungi melalui pesan tertulis, Rabu (5/4).

Pria yang akrab disapa Castro ini mengaku belum mendapat alasan yang jelas dari KPK mengenai pemberhentian dan pengembalian Endar ke instansi Polri.

Ia mengesampingkan dalih masa penugasan Endar yang berakhir per 31 Maret 2023 lantaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah meneken surat tertanggal 29 Maret 2023 perihal perpanjangan penugasan kedua Endar di KPK.

“Jadi, logikanya, satu-satunya alasan yang rationable (masuk akal) kenapa Endar diberhentikan bisa jadi berhubungan erat dengan ‘macetnya kasus formula E’,” ujarnya.

Apabila pemberhentian dan pengembalian Endar benar karena alasan Formula E, Castro menyatakan Firli secara terang melanggar Pasal 30 Peraturan KPK (Perkom) Nomor 1 Tahun 2022.

Aturan itu menyebutkan pegawai KPK yang berasal dari kepolisian hanya dapat dikembalikan ke instansi induknya jika melakukan pelanggaran disiplin berat.

“Pertanyaannya, pelanggaran disiplin berat apa yang dilakukan Endar?” kata Castro.

“Tapi ini sih tidak mengherankan. Sebelumnya Firli sudah terlibat dengan beberapa kontroversi. Mulai dari kasus helikopter hingga pertemuan dengan tersangka Lukas Enembe,” ujarnya menambahkan.

CNNIndonesia.com telah meminta tanggapan Firli Bahuri soal tudingan arogan dan abuse of power, namun belum mendapat respons.

Sementara Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Zaenur Rohman menilai KPK tidak transparan terkait pemberhentian dan pengembalian Endar ke instansi Polri.

Menurutnya, tindakan pimpinan KPK tersebut dapat merenggangkan hubungan kedua lembaga.

“Semuanya spekulatif hampir tidak ada yang pasti karena memang informasi yang disampaikan KPK tidak ada yang transparan apa alasan di balik pemberhentian Brigjen Endar sebagai Direktur Penyelidikan,” kata Zaenur.

Zaenur pun mempertanyakan keberadaan aturan yang mengatur masa penugasan penyidik eksternal termasuk dari Polri di KPK.

“Dulu kan di dalam PP Sistem Manajemen SDM KPK [PP 63 Tahun 2005] itu empat tahun, diperpanjang empat tahun, diperpanjang dua tahun, total 10 tahun. Nah, kalau sekarang peraturannya apa?” ujarnya.

“Sekarang kita lihat di dalam Perkom 1/2022 enggak jelas. Saya pikir juga ada problem peraturan,” kata Zaenur menambahkan.

Pimpinan KPK sebelumnya memberhentikan dengan hormat Direktur Penyelidikan Brigjen Endar Priantoro lantaran masa penugasannya telah habis per 31 Maret 2023.

KPK ogah memperpanjang masa penugasan Endar sebagaimana permintaan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. KPK justru menunjuk jaksa Ronald Ferdinand Worotikan untuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Penyelidikan KPK.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengklaim pemberhentian dan pengembalian Endar ke instansi Polri tidak terkait dengan perkara, termasuk Formula E.

Keputusan itu, lanjut dia, diambil secara kolektif kolegial dan mendapat persetujuan dari lima pimpinan KPK.

“Sehingga kami tegaskan narasi yang dibangun oleh pihak tertentu tersebut yaitu seolah-olah diputuskan hanya oleh salah satu pimpinan saja adalah salah besar,” ucap Ali.

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY