Pakar: Teroris Ingin Kembali Perlihatkan Eksistensi Mereka

0
Petugas kepolisian berjaga di lokasi dugaan bom bunuh diri di depan Gereja Katolik Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc.

Pelita.online – Aksi teror bom di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021) menunjukkan bahwa para teroris ingin kembali menunjukkan eksistensi atau keberadaan mereka. Untuk itu, aparat keamanan dan pihak terkait lain harus menangani persoalan ini secara holistik.

“Kejadian bom bunuh diri itu tentu saja sinyal bahwa mereka ingin menunjukan eksistensinya. Dalam menganalisis kejadian terorisme kita harus holistik,” ujar pakar intelijen keamanan Susaningtyas NH Kertopati atau yang akrab disapa Nuning di Jakarta, Minggu (28/3/2021).

Menurut Nuning, bisa saja ada hubungan atau tidak sama sekali antara aksi teror bom di Makassae dengan penangkapan teroris secara masal oleh aparat di Sulsel belakangan ini. Oleh karena itu, kata dia, aparat harus mengenali dengan baik seperti apa embrio terorisme di Indonesia.

Secara akademis, ujar Nuning, militer di seluruh dunia juga bertugas menghadapi terorisme. Implikasi pemberantasan atau penanggulangan terorisme oleh militer dan polisi berbeda perspektif hukumnya karena terorisme bisa menjadi kejahatan terhadap negara atau kejahatan terhadap publik.

“Penanganan terorisme di Indonesia selama ini cenderung masih dalam klasifikasi kejahatan terhadap publik sehingga cenderung hanya ditangani Polri. Jika terorisme mengancam keselamatan Presiden atau pejabat negara lainnya sebagai simbol negara, maka terorisme tersebut menjadi kejahatan terhadap negara dan harus ditanggulangi oleh TNI,” ujarnya.

Berikutnya, terkait dengan jenis senjata dan bom yang digunakan oleh teroris di Indonesia, Nuning menilai masih tergolong konvensional, sehingga masuk kewenangan Polri. Tetapi, ujarnya, jika senjata dan bom yang digunakan oleh teroris tergolong senjata pemusnah massal (weapon of mass destruction), seperti senjata nuklir, biologi, kimia, dan senjata radiasi, maka yang menangani adalah TNI.

Selain subjek ancaman teror dan jenis senjata, maka rezim kedaulatan suatu negara juga berimplikasi kepada kewenangan penegakan hukum. Jika kejahatan teror dilakukan di wilayah kedaulatan penuh Indonesia, maka Polri dan TNI bisa bersama-sama menanggulangi.

Tetapi, jika rezimnya adalah hak berdaulat, maka TNI yang melakukan aksi penanggulangan. “Hal ini penting untuk diketahui sehingga kedudukan siapa yang menangani dapat diterapkan dengan tepat,” kata Nuning.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY