Patgulipat Bansos COVID-19, Hak Rakyat Dikorupsi Pejabat

0

Pelita.online – Masih tak habis pikir dengan jalan pikiran pejabat negara yang tega menilep hak rakyat. Terlebih saat pandemi COVID-19 seperti saat ini. Di saat rakyat hidup serba kesulitan, banyak pengangguran, akses terhadap bantuan sosial pun belum seluruhnya tersentuh, malah disuguhi ulah pejabat busuk di masa pagebluk.

Barang bukti uang belasan miliar dalam pecahan rupiah dan asing jadi bukti patgulipat pengelolaan bantuan sosial COVID-19 oleh oknum pejabat Kementerian Sosial RI. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Rp14,5 miliar dalam sebuah operasi tangkap tangan yang digelar di Jakarta dan Bandung, Sabtu, 5 Desember 2020.

Gepokan uang dalam 6 tas koper hasil OTT itu diperlihatkan petugas KPK, dengan rincian mata uang rupiah sekitar Rp11,9 miliar dan uang asing sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta).

Uang tersebut diduga merupakan suap pengadaan paket bantuan sosial COVID-19 di Kementerian Sosial. KPK mengendus ada 5 orang yang terlibat.

Mereka yang dijerat selaku penerima suap adalah Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Kasubdit Penanganan Korban Bencana Sosial Politik Kementerian Sosial sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Matheus Joko Santoso, Kabiro Umum Kemensos yang juga menjadi PPK Bansos Adi Wahyono.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah dua orang pihak swasta yaitu Ardian IM dan Harry Sidabuke.

Kasus bermula dari proyek pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan 2 periode.

“Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh dua pejabat pembuat keputusan Kemensos Matheus Joko Santoso, dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos,” kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri di Gedung KPK, Minggu, 6 Desember 2020.

Untuk paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus Joko Santoso kepada Juliari Batubara melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.

Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N (Sekretaris Kemensos) untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

Periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul fee dari Oktober-Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Sehingga total suap yang diduga diperoleh Juliari adalah senilai Rp17 miliar.

Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras mengatakan, Kemensos mendapat total anggaran tahun 2020 sebesar Rp134 triliun. Sedangkan khusus untuk program perlindungan sosial dianggarkan sebesar Rp128,78 triliun. Besaran anggaran itu, kata Hartono, telah terealisasi 98 persen.

“Untuk per 6 Desember 2020 atau tertinggi dari kementerian dan lembaga. Sementara untuk jumlah anggaran yang masuk untuk skema perlindungan sosial itu Rp128,78 triliun,” kata Hartono saat konferensi pers, Minggu, 6 Desember 2020.

Adapun perlindungan sosial Kemensos meliputi 6 program, yakni Program Keluarga Harapan (PKH) dengan anggaran Rp36,71 triliun dan sudah terealisasikan 100 persen; Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) dengan anggaran Rp43,12 triliun dan telah terealisasi Rp37,31 triliun (86,52 persen); bansos sembako Jabodetabek dengan anggaran Rp6,84 triliun dan telah terealisasi Rp5,65 triliun (82,59 persen); bansos tunai dengan anggaran Rp32,4 triliun dan telah terealisasi Rp25,86 triliun (79,8 persen); bansos beras dengan anggaran Rp5,26 triliun dan realisasi Rp3,29 triliun (62,47 persen) serta bansos tunai baik keluarga penerima manfaat sembako non-PKH dengan anggaran Rp4,5 triliun dan sudah terealsisasi seluruhnya berdasarkan data per 4 November 2020.

Sementara untuk kasus yang tengah disidik KPK adalah program bansos yang dimintai jatah fee Rp10 ribu per paket adalah bantuan khusus, yaitu program bantuan sosial sembako Jabodetabek bagi 1,9 juta keluarga penerima.

Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin prihatin atas kasus penangkapan dugaan korupsi yang menjerat dua menteri Jokowi dalam sepekan terakhir oleh KPK. Belum tuntas kasus suap yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, kini Mensos Juliari menyusul ke bui.

“Hal itu membuktikan bahwa revolusi mental yang didengung-dengungkan telah gagal, karena korupsi masih merajalela di tubuh pemerintah,” kata Din melalui keterangan tertulis, Minggu, 6 Desember 2020.

Din semakin prihatin karena kasus korupsi yang menjerat Mensos Juliari terkait dengan penyelewengan pengelolaan dana bansos COVID-19. “Adalah pengkhianatan besar terhadap rakyat, kala rakyat menderita karena COVID-19, justeru dana bantuan sosial yang menjadi hak rakyat dikorupsi pejabat,” ujarnya.

Menurutnya, Perppu Presiden Jokowi Nomor 1 tahun 2020 yang kemudian menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona, memang potensial mendorong tindak pidana korupsi.

Sebab, UU tersebut memberi kewenangan penuh kepada pemerintah untuk menyusun anggaran, dan bahkan memberi imunitas kepada para pejabat tertentu di bidang keuangan untuk tidak boleh digugat di kemudian hari.

“Ini suatu pelanggaran terhadap konstitusi dan pembukaan peluang bagi korupsi. Alih-alih menyelamatkan rakyat dari pandemi, tapi uang rakyat dikorupsi,” tegasnya.

 

Sumber : viva.co.id

LEAVE A REPLY