Pengembang: Landbank Bukan Sengaja Dibiarkan Tidur

0
Ilustrasi

JAKARTA, Pelita.Online – Para pengembang besar menolak jika cadangan lahan (landbank) yang dikuasainya disebut sengaja dibiarkan tidur bertahun-tahun. Selain soal strategi bisnis, lambannya pengembangan landbank juga seringkali diakibatkan berbagai persoalan di lapangan.

Arum Prasasti, Sekretaris Perusahaan PT Jaya Real Properti Tbk menyebut, menabung lahan bagi perusahaan properti adalah praktik yang biasa untuk menjaga kesinambungan usaha. Dengan cara ini pengembang bisa menjaga harga properti agar sesuai dengan daya beli masyarakat.

Pasalnya, ia mengklaim kenaikan harga tanah yang dibeli oleh pengembang jauh lebih tinggi daripada kenaikan harga properti yang dijual oleh pengembang. “Kalau pengembang jual properti, kenaikan harga jualnya rata-rata sekitar 10%. Sedangkan untuk membebaskan tanah mentah dari pemilik asal kenaikannya harganya bisa 25%-35% setahun,” ujarnya, Kamis (2/2).

Faktor lainnya, pengembangan cadangan lahan pengembang juga disesuaikan dengan kondisi pasar. Jika semua landbank dikembangkan dalam waktu bersamaan, belum tentu pasar bisa menyerap semua properti yang dijajakan pengembang.

Dalam kesempatan berbeda, Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Tbk bilang, saat akan melakukan pengembangan suatu kawasan, pengembang sudah lebih dulu mengantongi ijin. Namun, akuisisi lahan di kawasan tersebut tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Temponya bahkan bisa hingga bertahun-tahun lantaran menghadapi berbagai kesulitan di lapangan.

Pengembang akan kesulitan mengembangkan sebuah kawasan jika masih ada tanah yang belum dibebaskan. “Kalau tanah satu hektare tapi terpencar-pencar, nggak mungkin pengembang membangun. Kenapa tanahnya enggak bulet-bulet juga, faktornya bisa gara-gara spekulan tanah,” tandasnya.

Developer tidak mungkin mengikuti harga yang dipatok spekulan jika melewati batas atas harga yang sudah direncanakan sebelumnya. Sebab, hal itu akan berujung pada naiknya harga jual properti yang dibangun diatas tanah tersebut. “Apa hubungannya antara pengembang besar dan harga naik? Karena buat kita, pengembang besar atau kecil, harga naik terus juga enggak bagus,” tukas Theresia.

Sebelumnya, mantan Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo meminta pengembang tetap dimasukkan dalam rencana pengenaan pajak progresif atas tanah. Eddy beralasan, jika dikecualikan, pengembang, terutama yang masuk dalam skala besar tidak terdorong untuk segera mengembangkan lahan yang dikuasainya. “Kalau disimpan dulu, 5 tahun sampai 10 tahun baru dibangun, itu tanah termasuk yang ada di sekitarnya jadi mahal,” tandasnya.

Akibatnya, para pengembang yang membangun rumah murah, jadi terhambat karena adanya tanah tidur yang disimpan dalam waktu lama. Sebab, belum juga dibangun, harga di sekitar kawasan tersebut juga ikut-ikutan melambung. Alhasil, perumahan subsidi yang dibangun dalam rangka program satu juta rumah, harus dibangun di daerah pinggiran bahkan pelosok.

Kontan.co.id

LEAVE A REPLY