Pertanyaan Soal OTT Paling Mencuat

0

Jakarta, Pelita.Online – Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan pihaknya tidak menentukan batas nilai nominal dalam operasi tangkap tangan. Sejauh pelakunya aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, lembaga antirasywah akan menggarapnya.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan hal itu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

“Sekecil apa pun nilainya, OTT bisa dilakukan jika aparat penegak hukum maupun penyelenggara negara kedapatan melakukan tindak pidana korupsi. Misalnya saja, pada kasus suap gula impor yang menjaring mantan Ketua DPD RI Irman Gusman (barang bukti yang disita Rp100 juta). Mohon maaf, kalau memang terjadi OTT Rp50 juta, tapi ternyata nanti setelah didalami besar sekali,” ujarnya.

Masalah OTT ialah salah satu isu yang menjadi perhatian anggota Komisi III. Masalah lainnya ialah pengaduan masyarakat, penyadapan, menghalangi penyidikan (obstruction of justice), kebocoran berita acara pemeriksaan, rumah penyimpanan barang sitaan negara (rupbasan), hibah barang rampasan, prosedur lelang barang rampasan, dan keengganan KPK menghadiri undangan Pansus Hak Angket KPK.

Rapat Komisi III dengan KPK berlangsung sejak Senin (11/9). Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman itu berjalan dengan tensi tinggi karena sebagian besar isu yang diangkat terkait dengan Pansus KPK, terutama soal penolakan lembaga antirasywah itu menghadiri undangan pansus.

Sebelumnya, anggota Komisi III dari Fraksi PKS Nasir Djamil mempertanyakan soal OTT yang dinilainya uang recehan. “Tadi disebutkan Dumas (Pengaduan Masyarakat), nominal Rp1 miliar, tapi yang di OTT Rp10 juta. Setiap KPK mendapatkan tekanan kemudian mereka melakukan OTT. Apa kemudian ini cara KPK untuk mendapatkan simpati publik?” ujar Nasir.

Prosedur penyadapan

Komisi III juga mendesak KPK memperbaiki prosedur penyadapan karena masih ada konten yang tidak terkait dengan pokok perkara masuk ke pengadilan dan tersiar ke ruang publik.

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan pihaknya bertanggung jawab atas kinerja KPK karena pimpinan KPK dipilih Komisi III.

Komisi III, kata Bambang, berencana membuat RUU tentang Penyadapan. “Kami ambil inisiatif untuk membuat RUU tata cara penyadapan karena penyadapan itu bukan hanya hak KPK,” ungkapnya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengapresiasi rapat tersebut. “Klarifikasi bisa dilakukan di komisi tanpa via angket yang notabene menjadi alat politik yang tidak sehat,” ujar Feri.

Rapat yang ditutup tadi malam pukul 20.15 WIB itu berakhir cair. Rapat dilanjutkan pekan depan, bisa di Gedung KPK atau DPR, untuk memberikan kesempatan bagi pimpinan KPK menjawab pertanyaan tersisa.

Metrotvnews.com

LEAVE A REPLY