RUU Perampasan Aset, Lembaga yang Menjadi Pengelola Aset Rampasan Akan Dibahas Bersama DPR

0

pelita.online – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan soal lembaga mana yang berwenang mengelola aset rampasan akan dibahas pemerintah bersama DPR RI dalam sidang penyusunan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.

Pria yang disapa Eddy Hiariej itu mengatakan saat ini pemerintah belum menetapkan lembaga pengelola aset, termasuk pertanyaan tentang status aset yang masih dalam sengketa pengadilan.

Menurutnya, lembaga mana yang akan menjadi pengelola aset rampasan, termasuk status aset rampasan bersengketa, masih terbuka untuk didiskusikan antara sembilan kementerian dan lembaga yang ikut terlibat penyusunan RUU ini dengan DPR.

“Semua masih subject to discuss. Jadi kita belum bisa menentukan. Kan kedua belah pihak pembentukkan undang undang itu, Pemerintah maunya A, DPR maunya B, kan harus ada diskusi supaya  ada titik temu,” kata Eddi saat ditemui usai Upacara Hari Bakti Pemasyarakatan (HBP) Ke-59 pada 27 April 2023 di lapangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Selasa, 2 Mei 2023.

Namun Eddy mengungkapkan naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana rencananya akan langsung diserahkan pada 16 Mei 2023 atau saat DPR RI menjalani masa sidang setelah reses usai.

“Direncanakan begitu masuk masa sidang pada 16 Mei akan diserahkan kepada DPR,” kata Eddi.

Saat ini DPR RI sedang menjalani masa reses sejak 15 April dan akan memulai masa sidang pada 16 Mei 2022. Kemudian, DPR RI akan kembali menjalani reses pada 14 Juli-15 Agustus 2023.

Ihwal lembaga yang akan mengelola aset rampasan belum dipastikan. Namun disebut ada tiga lembaga yang memiliki instansi pengelolaan aset, yaitu Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Pemerintah sebetulnya telah menggandeng Universitas Paramadina untuk mengkaji kesiapan kementerian dan lembaga negara mengelola set hasil kejahatan. Kajian itu menyebut Kementerian Keuangan dianggap paling siap karena memiliki infrastruktur dan sumber daya manusia hingga ke daerah.

Namun Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM juga mengklaim mampu menjadi lembaga yang mengurus aset. Kejaksaan punya Pusat Pemulihan Aset di bawah Jaksa Agung Muda Pembinaan. Sementara Kementerian Hukum dan HAM mengklaim bisa memelihara aset hasil kejahatan karena memiliki Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.

Dalam draf RUU Perampasan Aset mutakhir bertanggal 30 November 2022 menetapkan Kejaksaan Agung sebagai instansi yang akan menyimpan dan memelihara aset.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menyatakan naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana sudah berada di meja Presiden RI Joko Widodo dan tinggal menunggu ditandatangani.

“Sudah di meja Presiden, kan habis Lebaran, baru dua hari kita ngantor. Sudah disampaikan Presiden, sudah di disposisi oleh menteri-menteri terkait,” ujarnya saat menyampaikan keterangan media di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis, 27 April 2023.

Mahfud memperkirakan Presiden Jokowi akan menandatangani RUU Perampasan Aset Tindak Pidana selambat-lambatnya pada pekan depan.

“Ya tinggal presiden perlu waktu untuk melihat dulu (di) meja surat-surat yang harus ditandatangani karena acaranya sangat banyak. Tapi saya kira paling lambat minggu depan sudah,” kata dia.

Mahfud mengatakan enam pimpinan kementerian dan lembaga sudah memberi paraf yang menandakan persetujuan terhadap naskah RUU tersebut. Enam pimpinan lembaga tersebut di antaranya, Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly; Menteri Keuangan Sri Mulyani; Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin; Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo; dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ivan Yustiavandana.

RUU Perampasan Aset telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023 sebagai bagian dari usulan pemerintah. Indonesia diketahui juga telah menyerahkan instrumen ratifikasi atas United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dan United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes (UNCTOC) beberapa tahun lalu sebagai rujukan pembentukan RUU Perampasan Aset.

Mandeknya pembahasan RUU Perampasan Aset sebelumnya sempat mencuat dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dan Mahfud. Rapat awalnya membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan dengan jumlah Rp 349 triliun.

Di sela-sela rapat, Mahfud meminta DPR untuk segera memulai pembahasan tentang RUU Perampasan Aset. Dia mengatakan adany UU Perampasan Aset akan mempermudah pemerintah dalam menyita aset yang berasal dari tindak pidana.

sumber : tempo.co

LEAVE A REPLY