Teror di Mabes Polri, Program Deradikalisasi Makin Diragukan

0

Pelita.online – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sulawesi Tengah, Abdul Rachman Thaha, meragukan program deradikalisasi telah berjalan dengan baik. Program ini merupakan program Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang semakin diragukan dalam menangkal aksi terorisme.

“Saya ragu program deradikalisasi masih mujarab. Program deradikalisasi, kalah cepat dibandingkan lalu lalangnya informasi-informasi jahat di dunia maya dan media sosial,” ujar Abdul Rachman Thaha, Kamis (1/4/2021).

Untuk itu, kata dia, Kementerian Komunikasi dan informasi (Kemkominfo) bersama dengan pemangku kepentingan lain (seperti Polisi siber), dapat mengelola konten dan membuat aturan teknis yang lebih ketat terkait penyebaran konten radikalisme di dunia maya.

“Beranak pinaknya pelaku teror adalah melalui mekanisme self radicalization dan self recruitment,” paparnya.

Pasokan modulnya, kata dia, berserakan di dunia maya dan media sosial. “Mereka belajar mandiri melalui media sosial. Sehingga, aksi terorisme yang dikatakan sebagai lone wolf akan tumbuh subur, terutama di kalangan milenial,” paparnya.

“Saya tantang Polri untuk mengimplementasikan predictive policing (PP) sekencang mungkin. PP telah disampaikan Kapolri sebagai tagline kepemimpinannya,” imbuhnya.

Menurutnya, predictive policing adalah kerja perpolisian dengan memanfaatkan big data untuk mendeteksi gelagat keresahan sosial dan kejahatan.

“PP semestinya ideal untuk menangkal penyebaran konten negatif, yang dijadikan sumber bahan self radicalization,” pungkasnya.

Pelaku teror di Mabes Polri kemarin, dilakukan oleh wanita milenial kelahiran 1995. Aksi pelaku berinisial ZA ini disebut sebagai aksi lone wolf, tak berkaitan dengan jaringan terorisme di Indonesia.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY