Tutup 8.000 Gerai untuk Pelatihan, Starbucks AS Merugi Rp 98 Miliar

0
Ilustrasi gerai Starbucks (Foto: DarkFritz via Wikimedia Commons)

Pelita.Online – Starbucks pada Selasa (29/5) menutup 8.000 gerai kopi mereka di Amerika Serikat untuk dilakukan pelatihan anti-bias dan diskriminasi. Dengan pelatihan ini, diharapkan pelayanan di Starbucks dalam dilakukan setara dengan tidak memandang ras dan agama.

Diberitakan Reuters, penutupan dilakukan pada pukul 14.00 waktu setempat. Pelatihan tahap pertama akan diikuti oleh 175 ribu karyawan dengan materi toleransi rasial. Masih ada sekitar 6.000 gerai Starbucks yang buka di AS, terutama yang ada di mal dan bandara, dan karyawannya akan menjalani pelatihan tahap kedua.

Para analis keuangan yang dikutip Associated Press memperkirakan Starbucks harus merelakan sekitar USD 5 juta hingga USD 7 juta atau sekitar atau Rp 70 miliar hingga Rp 98 miliar keuntungan dalam bisnisnya hilang akibat penutupan ini.

Pelatihan ini dilakukan menyusul peristiwa rasialis yang dialami warga kulit hitam di Starbucks Philadelphia pada April lalu. Ketika itu manajer Starbucks memanggil polisi untuk mengusir dua pria kulit hitam yang duduk tanpa memesan kopi.

Padahal mereka mengaku tengah menunggu seseorang dan akan pesan kopi jika dia datang. Peristiwa yang terekam kamera itu memicu kecaman dan protes terhadap Starbucks di media sosial.

Melissa DePino@missydepino

@Starbucks The police were called because these men hadn’t ordered anything. They were waiting for a friend to show up, who did as they were taken out in handcuffs for doing nothing. All the other white ppl are wondering why it’s never happened to us when we do the same thing.

Pelatihan akan berlangsung selama empat jam, diisi oleh pemutaran video yang menampilkan pemimpin perusahaan, artis hip hop Common, dan para ahli dari Perception Institute. Mereka juga akan menonton dokumenter soal sejarah rasialisme di ruang publik.

Presiden Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Warga Kulit Berwarna AS (NAACP), Sherrilyn Ifill, mengatakan lembaganya telah menjadi penasihat Starbucks dalam pelatihan kali ini.

“Orang lupa bahwa upaya untuk diperlakukan sebagai rakyat bermartabat di ruang publik di negara ini adalah inti dari gerakan hak-hak sipil, dari Freedom Riders hingga boikot bus Montgomery hingga aksi duduk di rumah makan pada 1950 dan 1960-an,” kata Ifill menyebutkan beberapa peristiwa rasialisme yang tercatat dalam sejarah AS.

Kumparan.com

LEAVE A REPLY