Usai Pemilu 2019, Ini Harapan Faisal Basri terhadap Indonesia

0
Faisal Basri. TEMPO/Jati Mahatmaji

Pelita.Online– Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menuliskan harapannya terhadap Indonesia usai perhelatan pesta demokrasi Pemilihan Umum 2019. Ia mengatakan esensi utama dari pemilihan umum legislatif dan presiden – wakil presiden adalah pembaruan komitmen untuk melaju lebih kencang.

“Memperteguh tekad untuk lebih baik, menghimpun kekuatan yang masih berserakan, meluruskan yang bengkok, serta membakar lemak-lemak yang menyelubungi tubuh perekonomian,” ujar Faisal Basri seperti dikutip dari tulisan ‘Optimis Pascapemilu’ di laman faisalbasri.com, Ahad, 14 April 2019.

Menurut dia, pemilu semestinya tidak membuat orang meruntuhkan bangunan perekonomian yang sudah ada lantaran beda selera semata. Maupun menenggelamkan modal dasar yang sudah ada saat ini untuk mencapai sesuatu yang belum jelas.

Faisal Basri mengatakan modal Indonesia untuk maju mengakselerasi perekonomian sudah lebih dari cukup. Indikatornya, pertumbuhan ekonomi mulai merangkak naik dan kenaikan harga-harga sangat terkendali.

“Laju inflasi bulan lalu (year on year) hanya 2,5 persen, terendah dalam 10 tahun terakhir,” kata Faisal Basri. Hal tersebut juga didukung dengan angka pengangguran terus turun, demikian juga jumlah penduduk miskin.

Belum lagi, menurut Faisal Basri, indikator ketimpangan membaik. Indeks Gini turun di bawah 0,4, yang berarti berada dalam kategori baik.

Dalam lima tahun terakhir, Faisal Bari mengatakan perbaikan yang telah berlangsung memang belum memuaskan. Indonesia masih harus berpacu dengan waktu agar terhindar dari “tua sebelum kaya” karena bonus demografi segera berakhir.

Selain itu, ia juga melihat masih ada persoalan pengangguran usia muda yang tinggi untuk diperangi lebih seksama. “Ketimpangan antardaerah, khususnya Jawa versus luar Jawa, tidak bisa ditunda-tunda lagi.”

Untuk itu, Faisal Basri menekankan perlunya langkah bernas untuk memajukan industrialisasi di luar Jawa untuk mengolah sumber daya alam agar tidak mentah-mentah diekspor. Untuk mencapai hal tersebut, integrasi perekonomian domestik menjadi prasyaratnya.

“Tidak ada pilihan kecuali memperkokoh jati diri kita sebagai negara maritim,” kata Faisal Basri. “Sudah saatnya memperkaya konsep tol laut menjadi Pendulum Nusantara dengan transportasi laut sebagai urat nadi sistem logistik nasional, budaya maritim menjadi roh pembangunan.”

Tempo.co

LEAVE A REPLY