Wamenag Ajak Masyarakat Tidak Respons Berlebihan Penahanan Rizieq Syihab

0
Wakil Menteri Agama Republik Indonesia Zainut Tauhid Sa'adi membuka seminar dalam rangka Harlah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke-47 dengan tema Mengamalkan ke Islaman Dalam Moderasi Beragama di Padang, Sumatera Barat, Selasa (11/2/2020). Seminar yang dilaksanakan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Sumatera Barat, yang bertujuan untuk merangkul generasi milenial untuk berpolitik dengan mengamalkan Islam dalam moderasi beragama. ANTARA FOTO/Muhammd Arif Pribadi/foc.

Pelita.online – Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengajak seluruh Ormas Islam, khususnya para pendukung Rizieq Syihab untuk tidak berlebihan menanggapi penahanan Rizieq dengan ajakan-ajakan berdalih jihad.

“Ikuti saja prosesnya, berdoa semoga kasus ini selesai, dan semua pihak mendapat keadilan,” kata Zainut Tauhid Sa’adi, di Jakarta, Minggu (13/12/2020).

Dirinya juga berharap seluruh umat Islam dapat berkomitmen dalam dakwah amar ma’ruf (menegakkan kebenaran) dan nahyi munkar (mencegah keburukan) yang mengedepankan kebijaksanaan dan tidak mengedepankan kekerasan.

Bagi Zainut, kekerasan dengan embel-embel agama dan jihad, tentunya tidak dibenarkan. Arti jihad itu sendiri bukanlah perang. Jihad adalah abstract noun atau masdar dalam bahasa Arab yang asal katanya “jahada” yang berarti ‘berjuang dan berusaha keras’. Jihad dalam konteks keislaman adalah melawan kecenderungan jahat dalam diri sendiri, seperti malas dan dengki.

Zainut mengakui, saat ini ada pergeseran pemahaman sebagian orang dalam memaknai tugas dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Menurutnya, kebanyakan pihak memahami jika melaksanakan amar ma’ruf dengan cara lembut, bijak, dan penuh kedamaian, maka nahyi munkar harus dengan cara keras.

Hal tersebut tentu tidak sepenuhnya benar. Rasulullah bahkan mengajarkan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahyi munkar itu harus dengan penuh kebijaksanaan, contoh yang baik dan berdiskusi dengan cara yang lebih baik.

Dirinya mengingatkan, saat ini para ulama juga dihadapkan pada tantangan perubahan zaman di era keterbukaan informasi dan era digital. Sayangnya, tingginya animo masyarakat untuk memperoleh informasi dan ilmu, termasuk ilmu agama, terkendala dengan rendahnya tingkat literasi di tengah masyarakat.

Faktor tersebut berdampak pada maraknya kabar bohong atau hoaks di tengah masyarakat. Termasuk hoaks berkenaan dengan isu keagamaan. Imbasnya, media sosial dipenuhi konten berisikan ujaran kebencian mengatasnamakan agama.

“Hal ini bisa melahirkan intoleransi di tengah masyarakat, serta menjadi tantangan pada keharmonisan kehidupan berbangsa,” katanya.

Wakil Sekretaris Dewan Majelis Syuro DPP PKB Maman Imanulhaq meminta masyarakat agar tidak termakan hoaks di medsos. Terlebih lagi dengan ajakan-ajakan yang bersifat memprovokasi.

“Tindakan provokasi dan intimidasi sudah barang tentu menyalahi aturan dan tidak etis pada konteks penegakan hukum itu yang harus kita hindari,” kata Anggota Komisi VIII DPR itu.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY