Ahli Kritik GeNose Buru-buru Jadi Alat Deteksi Covid-19 RI

0

Pelita.online – Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman mengatakan penggunaan GeNose sebagai alat deteksi Covid-19 saat ini di Indonesia masih belum tepat, karena masih dalam uji laboratorium.

“Jangan dalam kondisi ini kita terburu-buru tidak matang, tidak cermat. Sehingga bukan meningkatkan respon kita terhadap penanganan virus, malah bisa kontra produktif,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (25/1).

Dicky menjelaskan, dalam situasi yang sangat serius ini perlu upaya yang berdampak besar, dan dipastikan alat yang digunakan sudah teruji dapat mendeteksi adanya virus Covid-19.

Ia menjelaskan penggunaan GeNose saat ini sifatnya tidak jauh berbeda dengan pengecekan suhu yang kini dilakukan hampir di berbagai tempat. Namun GeNose tidak bisa dibandingkan dengan rapid test antigen, apalagi dengan PCR test Covid-19.

“Oh itu jauh sekali. Itu salah kaprah. Ini yang berbahaya, karena selain alatnya sendiri masih dalam proses uji lab dan validasi, jangan sampai tujuannya screening malah yang terjadi nantinya malah paparan,” katanya.

Dicky mengatakan, penggunaan GeNose untuk screening orang yang terpapar virus Covid-19 sudah dilakukan di berbagai negara sejak awal pandemi tahun lalu, seperti di Israel dan Australia. Namun hingga kini masih dalam proses pengembangan dan tidak dipatenkan sebagai alat screening Covid-19.

Lebih lanjut Dicky menyarankan, untuk tidak melakukan bepergian sampai pandemi ini usai. Karena screening saja tidak cukup untuk memutus rantai penyebaran.

GeNose Lemah Terhadap Rokok Hingga Jengkol

Sebelumnya, Staf Khusus Menristek/ Kepala BRIN Ekoputro Adiyajanto mengakui merokok atau makan yang menyengat akan mengurangi keefektifan pengetesan GeNose.

“Oleh karena itu, SOP-nya adalah sebelum melakukan skrining dengan geNose, setengah jam sebelum pengetesan, pengguna atau pasien tidak boleh merokok, minum minuman dengan rasa yang kuat seperti teh atau kopi, atau makan makanan yang menyengat seperti durian, petai, jengkol,” kata Eko kepada CNNIndonesia.com.

Atas dasar itu, untuk amannya, Eko berharap pengguna atau pasien disarankan tidak mengonsumsi apa pun setengah jam sebelum tes Covid-19 GeNose. Eko juga mengaku akan melakukan evaluasi terhadap kelemahan GeNose itu.

Senada dengan Pandu, Ahli Biologi Molekuer Ahmad Rusdjan mengatakan gas yang keluar dari mulut atau nafas untuk tes GeNose nanti memang sangat sensitif.

“Ya soalnya karena ini (napas) kan gas ya. Karena gas itu juga kan sifatnya sensitif,” kata Ahmad kepada CNNIndonesia.com.

Bau-bau tersebut, ia katakan mungkin saja mempengaruhi hasil sehingga GeNose tak dapat mendeteksi Covid-19 dengan benar.

“Ya kan misal dia makan petai, apa berpengaruh? Terus abis makan siang dan buru-buru harus tes. Atau bagaimana dengan orang yang sakit Mag. Itu kan dia suka bersendawa, nah apa itu juga berpengaruh,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengumumkan pemerintah akan menggunakan GeNose buatan UGM di sejumlah stasiun kereta api di Indonesia mulai 5 Februari 2021.

Namun belum diketahui apakah tes menggunakan GeNose nantinya akan menggantikan rapid test antigen yang saat ini masih menjadi standar perjalanan kereta api. Kemenhub masih menunggu persetujuan dari Satgas Covid-19 dan masih perlu berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.

Setelah penggunaan di stasiun kereta api, selanjutnya penggunaan GeNose disebut Kemenhub akan diperluas ke bandara dan pelabuhan.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY