AS Bersiap Arahkan Ekspedisi Militer ke Asia

0

Pelita.Online, Washington – Militerisme Amerika telah keluar dari rel, dan para perwira militer yang saat ini masih dinas dan tengah meniti karir seharusnya sudah melihat perkembangan itu. Di awal abad 21 ini, tidak mengherankan bahwa militer negara AS harus berkonsentrasi pada operasi kontra-insurjensi karena begitu banyaknya perang yang harus dihadapi di kawasan Timur Tengah Raya dan sebagian wilayah Afrika.

Mundur ke tahun 2008, seorang perwira pertama AS bernama Danny Sjursen menceritakan, “Ketika saya masih berpangkat Kapten yang baru pulang dari tugas di Iraq dan sedang mengambil kuliah di Fort Knox, Kentucky, bahwa secara umum skenario yang diajarkan dalam program training kami adalah mengenahi perang kota dan apa yang disebut sebagai misi keamanan & stabilisasi. Dalam rencana operasinya, kami diskenariokan akan menyerang sejumlah pusat kota yang sudah ditentukan, melakukan atrisi menghancurkan pasukan musuh, dan selanjutnya memasuki masa transisi hingga pengamanan, lalu operasi kemanusiaan.”

Tentu saja, di dunia militer kemudian tidak ada yang menanyakan tentang langkah selanjutnya, yaitu “pergantian rezim” dan “pembangunan bangsa.” Inilah dua aktifitas yang hampir selalu ada campur tangan Amerika. Seperti biasanya, akan ada yang tidak setuju dan melakukan perlawanan. Walau demikian, dampak perang yang berdarah-darah dan menghancurkan itu sekarang bisa dilihat seperti reruntuhan & sisa-sisa peradaban masa lalu. Pasukan AS tahu betul akan misi itu walau kadang tidak terselesaikan hingga tuntas. Selanjutnya, yang ada dibenak para perwira muda adalah mereka akan dikirim kembali ke wilayah konflik lain yang lebih menantang dengan misi yang sama, yaitu kontra-insurjensi di Afghanistan & Iraq.

Delapan tahun kemudian, ketika Sjursen sudah tidak lagi bertugas di Afghanistan yang hingga kini masih terus memanas, kehadiran pasukan darat AS sudah berkurang signifikan di Timur Tengah meskipun perang masih tetap belum jelas kapan berakhir. Dan faktanya AS masih melakukan bombardir, operasi penggerebekan di darat, dan menjadi “penasehat” militer di wilayah konflik tersebut.

Di tahun 2016 itu, terlihat mulai ada sesuatu yang berubah. Skenario & simulasi dalam training militer Amerika tidak lagi terbatas pada operasi kontra-insurjensi. Sekarang ini, para elit Gedung Putih dan Pentagon berencana mengirim & mengerahkan pasukan hingga pada level yang memungkinkan untuk menghadapi perang konvensional dengan intensitas tinggi ke sejumlah kawasan: Kaukasus, Laut Baltik, dan Laut Cina Selatan berhadapan dengan Cina & Rusia. Washington juga berencana melakukan konfrontasi dengan rezim Iran, atau sebut saja negara Iran. Jadi misinya mengenahi pengerahan pasukan AS ke wilayah-wilayah yang jauh untuk perang “membebaskan” wilayah-wilayah tersebut dan memperkuat negara-negara sekutu. Satu hal yang semakin terlihat jelas dalam temuan fakta Sjursen, bahwa sejak 2 tahun lalu banyak hal yang sudah berubah. Bahkan, militer AS sudah “go internasional” dengan intensitas dan skala yang besar.

Frustrasi akibat ketidakmampuan menghadapi berbagai medan perang melawan “teroris” dengan jenis perang yang “tidak berbentuk” di abad ini, Washington memutuskan akan beralih ke perang yang lebih “riil” dengan musuh yang lebih jelas paling tidak menurut imajinasi Amerika. Proses perubahan ini sedang berlangsung di depan mata kita. Kalau anda masih ingat di tahun 2013 ketika Presiden Obama dan Menlu Hillary Clinton mulai berbicara tentang sebuah “pivot” atau perubahan proyeksi ekspedisi Amerika ke Asia. Secara jelas arahnya adalah Cina. Selain itu, Obama juga menjatuhkan sanksi terhadap Moskow dan melakukan militerisasi Eropa sebagai respon atas invasi Rusia ke Ukraina & Krimea. Presiden Donald Trump yang selama kampanye pilpres lalu memiliki “insting” penarikan diri AS dari jebakan lumpur perang yang tiada ujung di Timur Tengah telah bersiap meningkatkan eskalasi ketegangan dengan Cina, Rusia, Iran, bahkan Korea Utara.

Di saat Washington mulai bersiap dan membuat rencana ekspansi konflik yang lebih luas di masa mendatang, dana anggaran/budget Pentagon saat ini sudah mencapai rekor level tertinggi, sekitar US$ 717 milyar (Rp 10.000 trilyun) untuk tahun fiskal 2019. Hari ini, tidak ada satu pun jengkal wilayah/kawasan di planet bumi yang terbebas dari jangkauan militerisasi AS. Membaca perkembangan ini kita bisa menganggap bahwa Washington saat ini tengah membuat formula atau peta jalan menuju konflik abadi yang tiada akhir yang pada akhirnya akan menjerumuskan AS sendiri ke sebuah bencana perang yang sesungguhnya. Dan, tentu saja perang tersebut seharusnya tidak perlu dan tidak bisa dimenangkan.

kiblat.net

LEAVE A REPLY