Beda Metode Dendritik Vaksin Nusantara Hingga mRNA Pfizer

0

Pelita.online – Vaksin Covid-19 Nusantara merupakan pengembangan vaksin dengan metode sel dendritik autolog (komponen dari sel darah putih) yang dipaparkan dengan antigen protein S dari SARS-CoV-2.

Vaksin buatan dalam negeri yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu diklaim telah selesai melakukan uji klinis tahap I. Terawan mengklaim hasil imunitas pada tahap I itu baik dan hasilnya safety.

Lalu, apa bedanya vaksin Nusantara dengan vaksin jenis lain yang menggunakan metode mRNA, protein rekombinan, hingga adenovirus yang dibuat Pfizer hingga, AstraZeneca, hingga Moderna?
Vaksin Metode dendritik
Menurut Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo, secara lebih spesifik, ada tiga macam sel di dalam darah manusia, yakni sel darah merah, sel darah putih, dan sel prekursor dendritik. Sel prekursor dendritik belum menjadi sel dendritik.

Sel dendritik bisa tumbuh dengan diberikan secara khusus setelah sel prekursor dendritik ditumbuhkan di cawan laboratorium.

Masa inkubasi dari sel prekursor dendritik menjadi sel dendritik membutuhkan waktu beberapa hari. Pada masa itu, dia berkata ahli akan memberikan antigen ke sel dendritik.

Antigen, kata Ahmad adalah bagian dari virus atau virus yang dilemahkan yang dapat memicu timbulnya antibodi dalam tubuh manusia. Antigen terkandung dalam vaksin. Biasanya, antigen disuntikkan ke dalam kulit dan bertemu dengan sel dendritik.

“Vaksin dengan metode dendritik sangat mahal,” kata Ahmad kepada CNNIndonesia.com.

Dia berkata satu orang pasien yang diobati dengan metode itu bisa mencapai Rp1 miliar. Mahalnya metode sel dendritik terkait dengan prosesnya yang rumit.

Vaksin metode mRNA
Vaksin dengan metode mRNA adalah vaksin yang berisi fragmen virus atau potongan bagian virus. Vaksin ini tidak membutuhkan virus utuh sehingga dapat memangkas waktu produksi dibandingkan vaksin lainnya.

Perusahaan yang memproduksi Pfizer dan Moderna menggunakan metode mRNA untuk mengembangkan vaksin SARS-CoV-2.

Direktur dan CEO Hudson Institute of Medical Research, Professor Elizabeth Hartland mengatakan dengan hanya membutuhkan mRNA, produksi virus dapat dipangkas sebab vaksin tak membutuhkan virus utuh. Metode mRNA mengarah pada produksi komponen virus yang dikenali oleh sistem kekebalan.

“Ini adalah pendekatan baru untuk pengembangan vaksin dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pembuatan vaksin klasik dalam hal seberapa cepat produk dapat dibuat dan didistribusikan,” ujar Hartland.

Vaksin yang memanfaatkan teknologi rekayasa genetika bisa cepat dibuat, mudah diproduksi, dan berpotensi lebih murah ongkos produksinya, seperti ditulis The Conversation.

Dilansir dari Pharmacytimes, vaksin mRNA” ini tidak dibuat dengan virus SARS-CoV-2 utuh. Artinya tidak ada kemungkinan siapa pun dapat tertular dari suntikan.

Sebaliknya, vaksin tersebut berisi potongan kode genetik yang melatih sistem kekebalan untuk mengenali protein spike di permukaan SARS-CoV-2. Potongan ini tidak akan berpotensi menularkan Covid-19.

Vaksin Metode Protein Rekombinan

Vaksin protein rekombinan dikembangkan oleh Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical Co. Ltd. Metode ini dikembangkan dengan cara mengambil spike glikoprotein atau bagian kecil virus yang akan memicu kekebalan tubuh saat disuntikkan ke tubuh manusia.

Vaksin Anhui berbeda dari jenis vaksin Sinovac yang diambil dari virus yang dimatikan.

Vaksin rekombinan menimbulkan daya tahan tubuh lebih lama dibanding virus yang dimatikan. Contoh vaksin rekombinan yaitu untuk Hepatitis B yang berdasarkan penelitian, setelah disuntikkan tiga kali, bisa memberi kekebalan lebih lama.
“Secara teori, vaksin rekombinan bisa menimbulkan kekebalan lebih lama dan memberikan perlindungan lebih lama juga, mungkin bisa sampai 2 tahun. Namun, teori itu harus dibuktikan dengan uji klinis,” kata Rodman disitat dari website Unpad.
Vaksin metode Adenovirus
Metode adenovirus merupakan pengambangan vaksi yang mengambil virus yang biasanya menginfeksi simpanse dan dimodifikasi secara genetik untuk menghindari kemungkinan penyakit pada manusia.

Virus yang dimodifikasi ini membawa sebagian materi dari virus Corona yang disebut protein spike atau bagian menonjol seperti paku di permukaan virus SARS-CoV-2.

Ketika vaksin dimasukkan ke sel manusia, memicu respons kekebalan dan menghasilkan antibodi dan sel memori yang mampu mengenali virus Corona.

Vaksin vektor adenovirus telah dikembangkan sejak lama, khususnya untuk melawan malaria, HIV (Human Immunodeficiency Virus), dan Ebola.

Perusahaan yang mengembangkan vaksin virus SARS-CoV-2 dengan metode ini salah satunya Oxford-AstraZeneca.

Sumber : Cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY