Berkas Perkara Djoko Tjandra, Bareskrim dan Kejagung Belum Penuhi Permintaan KPK

0
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). Presiden Joko Widodo melantik lima pimpinan KPK periode 2019-2023 yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

Pelita.online – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerbitkan surat perintah supervisi penanganan rentetan skandal Djoko Tjandra yang ditangani Bareksrim Polri maupun Kejaksaan Agung (Kejagung). KPK juga sudah melakukan gelar perkara dengan dua institusi penegak hukum tersebut secara terpisah.

Tak hanya itu, KPK melalui tim supervisi ternyata telah dua kali meminta Bareksrim Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengirimkan berkas dan dokumen skandal Djoko Tjandra. Permintaan itu disampaikan KPK melalui surat pada 22 September 2020 dan 8 Oktober 2020. Namun, hingga saat ini permintaan KPK tersebut belum juga dipenuhi Bareskrim dan Kejagung.

“Benar, tim supervisi telah dua kali meminta dikirimkan salinan berkas dan dokumen dari perkara tersebut, baik dari Bareskrim maupun Kejagung, tetapi hingga saat ini belum kami peroleh,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango saat dikonfirmasi, Kamis (12/11/2020).

Menurutnya, berkas dan dokumen dari Polri dan Kejagung penting bagi KPK untuk mendalami penanganan skandal Djoko Tjandra. Apalagi, KPK telah mengantongi sejumlah dokumen terkait skandal Djoko Tjandra dari masyarakat, termasuk dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI).

“Berkas dan dokumen-dokumen tersebut diperlukan tim supervisi untuk digabungkan dengan dokumen-dokumen yang diperoleh dari masyarakat untuk selanjutnya ditelaah,” kata Nawawi.

Dari telaah tersebut, tak tertutup kemungkinan KPK bakal membuka penyelidikan baru, termasuk menyelidiki keterlibatan pihak lain yang hingga saat ini belum disentuh. KPK mempertimbangkan kemungkinan melakukan penyelidikan baru terhadap klaster-klaster yang belum tersentuh Polri dan Kejagung dalam skandal Djoko Tjandra.

Supervisi yang dilakukan KPK terkait penanganan skandal Djoko Tjandra merupakan amanah UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, terutama Pasal 10 dan Pasal 10A. Aturan itu semakin dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Bukan KPK yang minta dihargai, tetapi supervisi adalah tugas dan kewenangan yang diberikan undang-undang. Aturan hukum itulah yang harus dihargai semua pihak,” tegas Nawawi.

Diketahui, skandal Djoko Tjandra yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan saat ini sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta. Kejaksaan Agung menangani kasus dugaan suap dan pemufakatan jahat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) yang menjerat mantan Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung, Pinangki Sirna Malasari, mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya, dan Djoko Tjandra.

Polri menangani kasus dugaan suap penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice yang menjerat mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, mantan Kabiro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo, serta pengusaha Tommy Sumardi.

Selain itu, Polri juga menangani kasus dugaan pemalsuan surat yang menjerat Prasetijo, Djoko Tjandra, dan mantan pengacaranya, Anita Kolopaking. Kasus tersebut sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Namun, dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, mencuat sejumlah pihak yang diduga turut terlibat, tetapi belum diproses hukum. Untuk itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KPK menerbitkan surat perintah penyelidikan untuk turut mengusut rentetan skandal Djoko Tjandra.

“ICW beranggapan KPK harus segera bertindak dengan menerbitkan surat perintah penyelidikan terhadap perkara ini. Sebab, ICW meyakini masih banyak peran dari pihak-pihak lain yang belum terungkap secara terang benderang,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (10/11/2020).

ICW pun mendesak KPK mencermati setiap fakta yang muncul dalam proses persidangan skandal Djoko Tjandra, termasuk dalam perkara dugaan suap dan pemufakatan jahat permintaan fatwa ke MA melalui Kejagung. Hal ini penting untuk melihat potensi keterlibatan pihak lain dalam perkara suap pengurusan fatwa Kejaksaan Agung ke Mahkamah Agung.

Salah satu fakta penting yang sepatutnya dicermati KPK, yakni mengenai keterangan Rahmat yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan dengan terdakwa Pinangki pada Senin (9/11/2020). Rahmat yang disebut sebagai pihak yang memperkenalkan Pinangki kepada Djoko Tjandra membenarkan adanya pernyataan Pinangki mengenai sosok king maker yang akan mengurus agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi.

Selain itu, Rahmat juga sempat menyinggung atasan Pinangki yang disebutnya akan mengondisikan saat dirinya dipanggil untuk diperiksa Jamwas Kejagung.

“KPK dapat memulai dengan pengakuan dari saksi Rahmat yang menyebutkan bahwa Pinangki sempat mengatakan bahwa atasannya sudah mengondisikan perkara ini. Pertanyaan lanjutannya siapa atasan yang dimaksud? Apakah atasan dari institusi tempat di mana Pinangki selama ini bekerja?” tanya Kurnia.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY