BNPB Jelaskan Penyebab Banjir Masamba Luwu Utara yang Tewaskan 30 Jiwa

0

Pelita.online – Banjir Bandang Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, mengakibatkan 30 orang meninggal hingga Kamis kemarin. Ada beberapa faktor yang menyebabkan banjir itu.

“Hasil analisis sementara Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat dua faktor penyebab banjir bandang Luwu Utara, yakni alam dan manusia,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati dalam keterangannya, Jumat (17/7/2020)

Raditya Jati menjelaskan salah satunya faktor cuaca. Curah hujan dengan intensitas tinggi di daerah aliran sungai (DAS) Balease menjadi salah satu pemicu banjir bandang tersebut.

Termonitor curah hujan lebih dari 100 mm per hari serta kemiringan lereng di bagian hulu DAS Balease sangat curam. Desa Balebo yang dilewati DAS ini berada pada kemiringan lebih dari 45 persen.

“Selain faktor cuaca, kondisi tanah berkontribusi terhadap terjadinya luncuran material air dan lumpur. Jenis tanah distropepts atau inceptisols memiliki karakteristik tanah dan batuan di lereng yang curam mudah longsor, yang selanjutnya membentuk bending alami atau tidak stabil. Kondisi ini mudah jebol apabila ada akumulasi debit air tinggi,” ujarnya.

Lalu, dia mengatakan, faktor alam yang terakhir bahwa daerah tangkapan air (DTA) banjir di Desa Balebo, Kecamatan Masamba, berada pada kategori banjir limpasan tinggi sampai ekstrem. Sedangkan DTA banjir di Desa Radda, Kecamatan Baebunta, dan Desa Malangke, Kecamatan Malangke, sebagian besar berada pada kategori banjir genangan tinggi.

“Sedangkan faktor manusia, terpantau di lokasi adanya pembukaan lahan di daerah hulu DAS Balease dan penggunaan lahan massif perkebunan kelapa sawit. Terkait dengan pembukaan lahan ini, salah satu rekomendasi dari KLHK, yakni pemulihan lahan terbuka di daerah hulu,” paparnya.

Raditya Jati melanjutkan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Luwu Utara masih melakukan upaya penanganan darurat di lapangan dan mencari korban yang hilang. Bupati Luwu Utara sudah menetapkan status tanggap darurat selama 30 hari, terhitung dari 14 Juli hingga 12 Agustus 2020.

Sementara kebutuhan mendesak yang diperlukan korban, antara lain suplai air bersih, obat-obatan, serta kebutuhan balita, seperti susu dan popok, popok lansia, pakaian dalam wanita, selimut dan sarung, serta peralatan pembersih rumah. Sedangkan mengenai padamnya listrik, infrastruktur ini telah kembali normal. Namun beberapa titik masih terjadi pemadaman. Fasilitas air dari PDAM setempat masih belum dapat beroperasi.

“Tim Reaksi Cepat (TRC) BNPB melaporkan per Kamis (16/7), 15 orang masih dalam pencarian, sedangkan korban meninggal berjumlah 30 orang. Sehari sebelumnya (15/7) sebanyak 539 personel gabungan SAR mencari dan mengevakuasi warga yang hanyut akibat derasnya banjir. Kejadian ini mengakibatkan puluhan orang dirawat di sejumlah rumah sakit dan puskesmas. Lebih dari 3.500 keluarga mengungsi,” paparnya.

Selain itu, sebanyak 3.627 keluarga atau 14.483 jiwa mengungsi di tiga kecamatan yang tersebar di pengungsian di Kecamatan Sabbang, Baebunta, dan Massamba. Tercatat 10 unit rumah hanyut dan 213 lain tertimbun pasir yang bercampur lumpur.

“Sedangkan infrastruktur publik, satu kantor Koramil terendam air dan lumpur setinggi 1 meter. Selain itu, jembatan antardesa terputus dan jalan lintas provinsi tertimbun lumpur antara 1 hingga 4 meter. Beberapa akses jalan putus karena terendam lumpur tebal, sedangkan lahan pertanian yang rusak masih dalam proses pendataan,” tuturnya.

Alat berat juga telah diturunkan untuk pembersihan material lumpur di jalan trans Sulawesi Selatan-Sulawesi Tengah. Banjir bandang ini terjadi pada Senin lalu (13/7) dan berdampak di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Baebunta Selatan, Malangke, dan Malangke Barat.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY