Boeing Sempat Pertimbangkan Desain Ulang Sistem Anti-Stall 737 MAX

0

Pelita.online – Para penyidik Amerika Serikat (AS) menemukan fakta bahwa teknisi Boeing dan pilot penguji sempat mempertimbangkan untuk mendesain ulang sistem anti-stall pada Boeing 737 MAX. Hal ini setelah mereka mendiskusikan bagaimana data yang salah dari sensor bisa otomatis mengaktifkan sistem itu berkali-kali.

Seperti dilansir Reuters, Sabtu (26/10/2019), desain ulang sistem anti-stall pada Boeing 737 MAX itu sempat dibahas dan dipertimbangkan oleh pihak Boeing sebelum terjadinya dua tragedi Lion Air dan Ethiopian Airlines yang menewaskan total 346 orang.

Sistem anti-stall atau sistem MCAS, yang bergantung pada sensor tunggal, diyakini berkontribusi pada jatuhnya dua pesawat Boeing 737 MAX yang digunakan oleh maskapai Lion Air dan Ethiopian Airlines. Dua tragedi itu memicu grounding secara global terhadap Boeing 737 MAX dan memicu krisis bagi Boeing.

Informasi soal pertimbangan Boeing untuk mendesain ulang sistem MCAS itu diungkap dalam laporan Badan Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB) untuk para penyidik Indonesia yang menyelidiki tragedi Lion Air JT 610.

Dalam laporan itu, NTSB menyebut staf-staf Boeing pernah membahas skenario soal aktivasi sistem MCAS berulang kali yang dipicu tingginya kesalahan data AOA (Angle-of-Attack) pada 737 MAX dan mempertimbangkan apakah desain ulang (redesign) perlu dilakukan.

“Sebagai bagian dari diskusi ini, mereka (Boeing) membahas dampak kombinasi dek penerbangan … namun menetapkan bahwa desain ulang tidak diperlukan,” sebut NTSB dalam laporannya merujuk pada peringatan yang berpotensi mengganggu pilot pesawat.

Dengan memutuskan untuk tidak mendesain ulang sistem MCAS, menurut laporan NTSB, pihak Boeing saat itu berasumsi bahwa pilot akan bisa menyadari pergerakan hidung pesawat ke bawah (nose-down) secara otomatis atau tanpa komando, dalam waktu tiga detik, seperti diwajibkan regulator penerbangan.

Namun Boeing tidak mempertimbangkan situasi di mana pilot bereaksi lebih lamban, sehingga membiarkan sistem MCAS menggerakkan hidung pesawat ke bawah (nose-down) melebihi level maksimum yang diperbolehkan. Dalam tragedi Lion Air, sebut Reuters, dibutuhkan waktu 11 detik bagi pilot untuk menyadari pergerakan otomatis hidung pesawat ke bawah atau nose-down.

Detail soal desain sistem MCAS dari NTSB dimasukkan dalam laporan akhir penyidik Indonesia soal tragedi Lion Air JT 610 yang telah diungkap Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada Jumat (25/10) kemarin. NTSB diketahui mendukung hasil penyelidikan KNKT.

Dalam salah satu rekomendasinya, KNKT menyarankan Boeing untuk membuat lebih banyak kelonggaran dalam desain pesawatnya yang mengakomodasi reaksi pilot-pilot normal, bukan hanya bagi pilot-pilot penguji dari Boeing yang memiliki keahlian luar biasa.

Dalam pernyataan terpisah pada Jumat (25/10) waktu setempat, Boeing menegaskan pihaknya telah mendesain ulang sistem agar MCAS di masa mendatang bisa membandingkan informasi dari dua sensor AOA, sebelum sistem MCAS aktif secara otomatis dan agar lebih mudah bagi pilot untuk menonaktifkannya.

“Perubahan software (perangkat lunak) ini akan mencegah kondisi kontrol penerbangan yang terjadi dalam kecelakaan ini, untuk tidak terjadi kembali,” tegas Boeing.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY