BPOM: Vaksin Nusantara Tidak Dibuat dalam Kondisi Steril

0
SP/Ruht Semiono Vaksinasi Covid-19 untuk Tenaga Medis - Petugas medis mempersiapkan vaksin Covid-19 produksi Sinovac sebelum proses penyuntikan menyuntikan ke tenaga kesehatan di RS Siloam TB Simatupang, Jakarta, Kamis (14/1/2021). Program vaksinasi Covid-19 tahap pertama kepada tenaga kesehatan mulai dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. 

Pelita.online – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan vaksin Nusantara belum memenuhi aspek good manufacturing practice (GMP) dalam proses uji klinik fase satu. Hal itu terungkap saat tim BPOM melakukan inspeksi ke center uji klinik RSUP Dr. Kariadi Semarang dan laboratorium pemeriksaan imunogenisitas Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan, untuk memastikan pelaksanaan seluruh aspek good laboratory practice (GLP), GMP, dan good clinical practice (GCP).

“Produk vaksin dendritik tidak dibuat dalam kondisi yang steril,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam keterangannya yang diterima Beritasatu.com, Kamis (15/4/2021).

Menurut Penny, peneliti mengatakan bahwa pembuatan vaksin secara close system, tetapi pada kenyataannya setelah diminta menjelaskan proses pembuatannya semua dilakukan secara manual dan open system. Jika proses pengolahan dilakukan secara close system, maka mulai darah dikeluarkan dari tubuh manusia sampai dimasukkan kembali tidak pernah ada proses pembukaan tabung darah dan pengambilan darah keluar dari tabung.

Penny mengatakan hasil inspeksi BPOM juga menemukan bahwa produk antigen SARS CoV-2 yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan vaksin dendritik bukan merupakan pharmaceutical grade. Produsen (Lake Pharma-Amerika Serikat) menyatakan tidak dijamin sterilitasnya. Antigen tersebut penggunaannya hanya untuk riset di laboratorium bukan untuk diberikan kepada manusia.

Di sisi lain, Penny menyebut hasil produk pengolahan sel dendritik yang menjadi vaksin tidak dilakukan pengujian sterilitas dengan benar sebelum diberikan kepada manusia. “Hal tersebut berpotensi memasukkan produk yang tidak steril dan menyebabkan risiko infeksi bakteri pada penerima vaksin,” ujarnya.

Penny menambahkan terhadap pemenuhan GMP, BPOM juga telah melakukan inspeksi sebelum pelaksanaan uji klinik (Desember 2020), tetapi peneliti tidak pernah menindaklanjuti dengan perbaikan dan penyerahan CAPA.

Selain itu, produk akhir vaksin dendritik tidak dilakukan pengujian kualitas sel dendritik. Penelilti hanya menghitung jumlah selnya saja, tetapi tidak konsisten karena ada sembilan dari 28 sediaan yang tidak diukur. Selain itu, dari 19 yang diukur terdapat tiiga sediaan yang di luar standar tetapi tetap dimasukkan.

Inspeksi tersebut dilakukan BPOM setelah menerbitkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik fase satu pada 1 Desember 2020. Selanjutnya, uji klinik fase satu mulai dilakukan oleh RSUP Dr. Kariadi sejak 22 Desember 2020 dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 28 orang.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY