Buruh Desak Kemenaker Batalkan PP Pengupahan dan Kenaikan UMP

0

Pelita.online – Sekitar seratusan buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) mendatangi kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada Rabu (20/11) untuk menyampaikan aspirasinya.  Sekretaris Jenderal GSBI Emilia Yanti Siahaan mengatakan para buruh mendesak pemerintah untuk mencabut PP Pengupahan.

Mereka juga meminta pemerintah membatalkan kenaikan upah sebesar 8,51 persen 2020. Pembatalan mereka minta karena kenaikan upah tersebut jauh dari kebutuhan ideal buruh.

“PP 78 yang dikeluarkan oleh Jokowi dalam pandangan kami adalah kebijakan yang mempertahankan politik upah murah,” ujarnya, Rabu (20/11).

Untuk diketahui, dalam PP 78 formulasi kenaikan upah dihitung berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Emilia, perhitungan tersebut menimbulkan selisih (gap) pengupahan di berbagai wilayah. Perhitungan juga ia anggap tidak mengakomodir upaya buruh dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pasalnya, di tengah kenaikan upah yang hanya 8,51 persen, buruh harus menerima dua kenyataan pahit.

Kenyataan pertama, datang dari kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang rencananya diberlakukan awal 2020 mendatang. Ia mengatakan tidak semua perusahaan mendaftarkan buruhnya sebagai anggota BPJS Kesehatan.

Akibatnya, buruh yang ikut program tersebut terpaksa membayar iuran dari kantong mereka sendiri. Kenyataan pahit kedua datang dari rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) 900 VA. Selain itu katanya, buruh juga dihadapkan dengan lonjakan harga pangan dan kebutuhan hidup lainnya.

Ia mengatakan sebenarnya buruh telah berupaya menyatakan keberatan atas formulasi upah tersebut langsung ke Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

“Jokowi sebetulnya sudah merespons pada Mei dengan menjanjikan akan merevisi PP 78. Katanya, revisi itu mengakomodasi aspirasi buruh dengan melibatkan perwakilan pengusaha, buruh, dan pemerintah. Tetapi sejauh ini kami tidak tahu perkembangannya, ” ujarnya.

Selain tuntutan tersebut, dalam aksi itu para buruh juga mendesak pemerintah untuk membatalkan revisi UU Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Pasalnya, revisi beleid tersebut dinilai tidak hanya menghilangkan hambatan keberlangsungan bisnis di Indonesia tapi juga berpotensi memangkas hak dan upah buruh.

“Maka adalah kebohongan yang disampaikan pemerintah jika revisi UU Ketenagakerjaan dilakukan untuk menjamin dan melindungi hak buruh serta menghilangkan pengangguran,” imbuhnya.

Mereka juga menolak gagasan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menghapuskan sistem upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan menetapkan upah minimum provinsi (UMP) sebagai upah terendah. Ia menilai rencana itu bukan jawaban gap pengupahan saat ini.

Karenanya, buruh mengusulkan pemberlakuan upah minimum nasional yang besarannya seragam di seluruh wilayah Indonesia.

“Sistem pengupahan nasional harus memiliki kesamaan nilai upah minimum dan berlaku secara nasional,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum tampak perwakilan dari Kementerian Ketenagakerjaan yang bisa dimintai tanggapan atas tuntutan buruh tersebut.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY