Debat Capres Disebut Perlu Angkat Masalah Bunga Kredit Tinggi

0
Permasalahan bunga kredit tinggi dan struktur ekonomi yang lemah dinilai perlu dibahas pada debat pamungkas calon presiden 2019. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Pelita.online — Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam menyebut permasalahan bunga kredit tinggi dan struktur ekonomi yang lemah perlu dibahas pada debat pamungkas calon presiden 2019. Kedua masalah tersebut dinilai menjadi ganjalan bagi laju perekonomian Indonesia.

“Suku bunga tinggi menyebabkan Indonesia mengalami high cost ekonomi,” ujar Piter, Selasa (9/4).

Ia menjelaskan tingginya suku bunga kredit menghambat pertumbuhan penyaluran kredit. Jika penyaluran kredit rendah, maka akan timbul permasalahan dari sisi investasi yang merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi.

Saat ini, menurut dia, rasio penyaluran kredit di Indonesia baru mencapai 39,8 persen terhadap PDB. Rasio ini jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Sebagai catatan, rasio kredit terhadap PDB Thailand mencapai 143,7 persen dari PDB, Vietnam mencapai 130,7 persen, Singapura 128,2 persen, Malaysia sebesar 118,7 persen, dan Filipina sebesar 47,7 persen.

Selain soal bunga kredit tinggi, menurut Piter, struktur ekonomi lemah juga menjadi masalah bagi perekonomian Indonesia. Lemahnya struktur ekonomi terindikasi dari angka defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).

Tahun lalu, Bank Indonesia mencatat defisit neraca transaksi berjalan sebesar US$31,1 milliar, membengkak dari posisi 2017 sebesar US$17,31 miliar. Kondisi ini, menurut dia, adalah penyakit menahun yang belum dituntaskan oleh pemerintah.

“Dampaknya rupiah menjadi fragile (rentan). Kalau ini (CAD) bisa diselesaikan, banyak persoalan yang dapat diselesaikan,” katanya.

Piter pun menilai solusi yang ditawarkan oleh pemerintah sejauh ini bukan mengatasi defisit tetapi hanya menambalnya. Pemerintah dinilai hanya mengandalkan investasi dalam portofolio yang sebenarnya mudah ‘lari’ luar negeri jika terjadi guncangan eksternal.

“Modal asing dalam portofolio masuk membuat ekonomi kita lebih fragile (rentan),” ujarnya.

Ia menambahkan, di antara negara-negara ASEAN, hanya Indonesia dan Filipina yang tercatat mengalami defisit masing-masing sebesar 3 persen dan 2,4 persen di 2018. Sedangkan Thailand surplus 7,5 persen, Singapura surplus 19 persen, Vietnam surplus 3 persen, dan Malaysia surplus 2,3 persen. (ulf/agi)

 

Sumber: cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY