Fakta-fakta Teknologi HAARP Milik AS yang Diklaim Picu Gempa Turki

0

Pelita.online – Sejumlah pihak mengaitkan gempa magnitudo (M) 7,8 yang mengguncang Turki-Suriah pada Senin (6/2) dengan teknologi HAARP milik Amerika Serikat (AS). Benarkah demikian?
Sebelumnya, sejumlah penganut teori konspirasi meyakini ada alasan yang lebih menyeramkan di balik gempa dahsyat di Turki dan Suriah. Mereka menyebut AS ada di balik gempa tersebut lewat teknologi HAARP miliknya.

Dikutip dari situs resminya, HAARP atau High-frequency Active Auroral Research Program sebetulnya adalah program penelitian ionosfer yang didanai oleh militer AS, pemerintah, dan Universitas Alaska yang sering dikaitkan sebagai teori konspirasi apabila terjadi bencana besar.

Pada 11 Agustus 2015, militer AS memindahkan fasilitas riset ini ke University of Alaska Fairbanks. Hal tersebut membuat program HAARP dapat berlanjut dengan eksplorasi fenomena ionosfer lewat riset kooperatif berbasis daratan dan persetujuan pengembangan.

HAARP sendiri disebut sebagai “transmiter bertenaga tinggi dan frekuensi tinggi yang paling mampu untuk mempelajari ionosfer”. Ada dua instrumen riset kunci pada program HAARP.

Pertama, The Ionospheric Research Instrument (IRI) yakni sebuah transmiter bertenaga tinggi yang beroperasi di rentang Frekuensi Tinggi. IRI bisa digunakan untuk secara temporer memicu area tertentu pada ionosfer untuk studi ilmiah

Kedua, seperangkat instrument ilmiah dan diagnostik yang canggih yang dapat digunakan untuk mengobservasi proses fisik yang terjadi di area tertentu itu.

Observasi menggunakan kedua alat tersebut dapat membuat para ilmuwan mendapat pengertian yang lebih baik tentang proses yang terus terjadi di bawah simulasi alami Matahari.

Indikasi petir
Penggemar teori konspirasi sering mengklaim HAARP menyebabkan gempa bumi atau bencana alam lainnya, termasuk gempa Turki. Salah satu yang digadang-gadang adalah keberadaan petir saat gempa.

Seorang pengguna Twitter mengklaim sambaran petir sebelum gempa bumi “selalu terjadi dalam operasi [HAARP]” dengan mengatakan gempa bumi “terlihat seperti operasi penghukuman oleh NATO atau AS.”

Padahal, petir yang terjadi sebelum gempa merupakan peristiwa lumrah.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengungkap kaitan pegerakan tektonik dengan peti.

“Saat batuan kulit bumi mengalami/mendapat tekanan yang hebat dan sangat kuat, mendekati batas elastisitasnya, maka sebelum failure maka akan melepaskan gelombang elektromagnetik, dari sinilah awal cerita lightning during the earthquake, pencahayaan gempa. “seismoelectric effect,” tulis Daryono dalam akun Twitternya

Lebih lanjut, Daryono menyebut fenomena serupa pernah terjadi di Indonesia ketika gempa pada 16 Februari 2014 terjadi di lereng Gunung Semeru, Jawa Timur.

“Tak usah jauh-jauh ke Turki. Gempa Sumogawe di lereng utara Merbabu pada 16 Februari 2014 juga terdapat fenomena earthquake lightning,” katanya.

Daryono pun menyebut kaitan antara HAARP dengan gempa bumi merupakan “angan-angan kosong”.

Sumber : Cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY