Geliat Islam di Tanah Suku Swazi

0
Masjid Baitul Hadi, Swaziland./ Sumber foto : Khazanah - Republika

JAKARTA, Pelita.OnlineIslam hadir di Swaziland, menurut sejumlah data sejarah, saat negara dengan luas wilayah 17 ribu kilometer persegi ini berada di bawah kolonial Inggris. Pada 1963, Muslim Malawi datang ke Swaziland untuk bekerja di pertambangan. Sejak saat itu, Islam di tanah suku Swazi ini  berkembang dan diakui sebagai agama oleh Raja Swazi pada 1972.

Karena ikatan suku yang masih diakui masyarakat, pendirian bangunan ibadah harus mendapat persetujuan para ketua suku dan tentunya pemerintah meski pemerintah sendiri menjamin  kebebasan beragama.

Berdasarkan CIA Factbook pada Juli 2012, Muslim di Swaziland berjumlah sekitar 1,3 juta jiwa. Meski hanya sekitar 10 persen dari total populasi, mereka menunjukkan semangatnya  menjalankan keyakinan.

Seperti agama lainnya, umat Islam juga dibebaskan menjalankan kegiatan keagamaannya, termasuk menggelar pendidikan agama Islam di sekolah khusus agama atau di masjid.

Ada beberapa organisasi komunitas Muslim di Swaziland, seperti Mbabane Islamic Center dan Islamic Youth Organization of  Swaziland. Pada 2011, Islamic Youth Organization of Swaziland  membangun pusat kegiatan komunitas Muslim. Mereka juga fokus pada pendidikan anak dan perempuan, pendidikan Islam dan Alquran, serta penanganan HIV AIDS.

Mbabane Islamic Center di laman resmi mereka memuat uraian rencana dan perkembangan pembangunan masjid dan Islamic center di ibu kota Swaziland, Kota Mbabane. Populasi Muslim, baik warga asli maupun pendatang di Kota Mbabane, diperkirakan mencapai 1.200 orang.

Masjid pertama di Swaziland berdiri di Desa Ezulwini pada 1978, sekira 15 kilometer dari Kota Mbabane. Kurang memadainya sarana transportasi publik, Muslim di Kota Mbabane kesulitan untuk shalat lima waktu di Masjid Ezulwini.

Karena itu, sebuah mushala berkapasitas 25 orang didirikan di area Malunge, Kota Mbabane, pada 1982. Jumlah jamaah yang terus bertambah membuat mushala diperluas sehingga saat ini cukup untuk 60 jamaah dan menggelar sekolah agama (madrasah) bagi anak-anak.

Namun, untuk shalat Jumat, Muslim Mbabane tetap berupaya pergi ke Masjid Ezulwini. Ruang utama Masjid Ezulwini berkapasitas 300 jamaah dan 70 jamaah di halamannya.

Kesulitan ini makin terasa, terutama saat memasuki Ramadhan, ketika umat Islam Mbabane ingin Tarawih, iktikaf, dan kegiatan lain di masjid sebab tak ada kendaraan umum yang  beroperasi saat malam hari.

Muslim Mbabane tengah membangun sebuah masjid di Mbabane yang akan diberi nama Masjid E-Yusuf. Tidak hanya berfungsi untuk shalat lima waktu, kompleks masjid juga akan dilengkapi Islamic center dan madrasah. Masjid akan terdiri atas tiga ruang utama, ruang serbaguna, ruang shalat, dan ruang shalat wanita. Selain pintu masuk wanita dan pria, tempat wudhu dan toilet pun ditempatkan terpisah.

Ruang shalat utama di lantai satu bisa memuat 350 jamaah. Empat ruang kelas di ground floor dipisahkan oleh sekat lipat. Saat dibutuhkan, empat ruang kelas itu dapat menjadi tempat shalat  dengan kapasitas 350 orang.

Di area wanita, disediakan tempat wudhu, ruang shalat, dan ruang ibu-anak. Ada pula area untuk penyelenggaraan jenazah, ruang tamu, area mukim imam, serta muazin masjid. Dari semua area yang direncanakan, saat ini baru ruang shalat utama yang sudah bisa digunakan, sementara pembangunan terus berjalan sembari menunggu izin untuk dua area lainnya.

Pada 2011, Pemerintah Qatar juga membantu berdirinya bank syariah pertama di Swaziland. Bank syariah ini diharapkan dapat menarik para investor Timur Tengah untuk membuka usaha mereka di Swaziland.

Republika.co.id

LEAVE A REPLY