Hakim Putuskan Lanjutkan Sidang Irjen Napoleon

0
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu didakwa menerima suap 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS. SP/Joanito De Saojoao.

Pelita.online – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan tidak menerima eksepsi atau nota keberatan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan kuasa hukumnya atas dakwaan dugaan suap pengurusan penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Polri.

“Mengadili, menyatakan eksepsi penasihat hukum Terdakwa Napoleon Bonaparte tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis saat membacakan putusan sela perkara dugaan suap pengurusan penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Polri dengan terdakwa Napoleon di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/11/2020).

Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum sah menurut hukum. Untuk itu, Majelis Hakim memerintahkan Penuntut Umum melanjutkan persidangan pemeriksaan perkara tersebut.

“Memerintah penuntut umum melanjutkan perkara dengan dengan menghadirkan saksi-saksi,” kata Hakim.

Diketahui, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Irjen Napoleon Bonaparte selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri menerima suap sebesar SGD 200 ribu dan USD 270 ribu dari Djoko Tjandra selaku terpidana dan buronan perkara korupsi pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali. Uang tersebut diberikan Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui perantara Tommy Sumardi.

Perbuatan Napoleon dilakukan bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kabiro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri. Dalam surat dakwaan, Brigjen Prasetijo turut menerima aliran uang senilai USD 150 ribu dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.

Suap itu diberikan agar Napoleon dan Prasetijo Utomo menghapus nama Djoko Tjandra dari Datar Pencanan Orang (DPO) yang dicatatkan pada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Dibeberkan Jaksa, Napoleon memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM).

Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum Napoleon membantah dakwaan Jaksa. Kuasa hukum menyebut perkara yang menjerat Napoleon merupakan rekayasa.

“Bahwa perkara pidana yang melibatkan klien kami, Irjen Napoleon Bonaparte dalam hal penerimaan uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu untuk pengurusan penghapusan red notice adalah merupakan rekayasa perkara palsu,” kata salah seorang kuasa hukum Napoleon, Santrawan Paparang, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/11/2020).

Santrawan menjelaskan alasannya menyebut perkara yang menjerat Napoleon sebuah rekayasa. Dikatakan, kuitansi atau bukti penerimaan uang dari Djoko Tjandra kepada pengusaha Tommy Sumardi tidak mencantum maksud penerimaan uang tersebut. Untuk itu, Santrawan menyebut penyidik atau Jaksa seharusnya tidak dapat menyimpulkan uang tersebut akan diserahkan Tommy untuk keperluan penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dikatakan, bukti soal penerimaan uang terhadap kliennya tak kuat lantaran hanya berdasarkan kesaksian dari satu orang, yakni keterangan dari Tommy Sumardi.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY