Hunian Pengungsi Bencana Likuefaksi Palu-Sigi Digempur Banjir

0

Pelita.online – Hunian pengungsi bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi Palu dan Sigi, Sulawesi Tengah, diterjang banjir, Senin (27/4) setelah hujan lebat.

“Yang terdampak banjir warga dan pengungsi di RT 001 RW 001 yang berada di belakang Kantor Kelurahan Balaroa,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Palu, Rizal, yang meninjau lokasi banjir, Selasa (28/4) seperti dikutip dari Antara.

Berdasarkan kesaksian warga, kata dia, air terlihat menerjang dari kawasan penambangan batu gajah dan pembangunan hunian tetap ke rumah warga yang menyebabkan banjir.

Oleh karena itu, Rizal pun akan meminta Komisi C DPRD Palu untuk meninjau langsung, kemudian berkoordinasi dengan Pemkot Palu menyelesaikan persoalan itu.

Ia menduga banjir yang terjadi akibat aktivitas penambangan batu gajah dan pembangunan huntap di sekitar rumah warga dan kawasan pengungsian yang tidak memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Apalagi, katanya, banjir di kawasan tersebut sangat jarang terjadi. 
Hingga saat ini belum ada informasi mengenai korban jiwa dan kerugian materi yang dialami warga dan pengungsi di sana.
Dua Desa Kebanjiran di Sigi

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sigi, Assrul mengatakan di wilayahnya ada dua desa yang terkena banjir yaitu Desa Omu dan Desa Tuva, Kecamatan Gumbasa. Kedua desa tersebut berada pada poros jalan Palu-Kulawi.

Banyak rumah, sawah maupun ladang milik warga porak-poranda akibat banjir bandang di permukiman yang dekat daerah aliran sungai tersebut.

Bahkan, badan jalan sepanjang sekitar hampir satu kilometer antara Desa Omu dengan Tuva putus total diterjang banjir bandang yang membawa berbagai material kayu dan juga batu-batuan besar.

Tidak hanya itu, kata Asrul, jaringan listrik milik PT PLN putus total sehingga perlu waktu cukup lama memperbaikinya.

Ada beberapa desa di Sigi rawan banjir dan longsor,selain Desa Omu dan Tuva. Desa lainnya adalah Pakuli, Saluki, Salua, Dolo Selatan, Desa Sadaunta, Desa Namo, dan Desa Bolapapu.

Dia mengatakan saat ini setidaknya ada 20 kepala keluarga atau sekitar 64 jjiwa yang terpaksa mengungsi di hunian sementara maupun rumah warga.

Asrul menjelaskan, banjir kali ini tidak separah banjir yang terjadi pada April 2019 yang terbilang paling parah selama ini.

Saat itu, ia menjelaskan, bukan hanya rumah-rumah warga yang rusak, tetapi juga fasilitas umum seperti sekolah, masjid, gereja, jalan, jembatan, jaringan listrik dan persawahan serta kebun jagung, kakao dan kopi habis diterjang banjir bandang.

Diapun mengingatkan warga untuk tetap waspada mengingat beberapa hari terakhir dan ke depan sesuai informasi dari BMKG berpotensi besar diguyur hujan deras dan tiupan angin kencang sehingga sangat memungkinkan terjadinya bencana alam.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY