ICW Desak Pemerintah dan DPR Revisi UU Tipikor

0
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana (kanan) bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi memberi keterangan kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (23/1/2020). Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan Menkumham Yasonna Laoly ke KPK dengan dugaan obstruction of justice atau merintangi dan menghalangi penyidikan dalam pelarian tersangka Harun Masuki. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

Pelita.online –  Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali mendorong pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hal ini lantaran substansi aturan yang terdapat dalam undang-undang saat ini menimbulkan problematika yang dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

“Pembentuk undang-undang, baik Presiden atau DPR, harus merevisi Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebab, problematika substansinya akan melemahkan agenda pemberantasan korupsi,” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana saat pemaparan ‘Hasil Pemantauan Tren Vonis Persidangan Perkara Korupsi Semester I Tahun 2020’ yang digelar secara daring, Minggu (11/10/2020).

Kurnia mencontohkan Pasal 11 dan Pasal 12 UU Tipikor saat ini mengatur mengenai penyelenggara negara yang menerima suap. Namun, hukuman yang diatur kedua pasal tersebut berbeda. Pasal 11 mengatur hukuman maksimal 5 tahun, sementara Pasal 12 mengatur hukuman maksimal 20 tahun pidana penjara bahkan seumur hidup. Demikian juga dengan jarak pidana penjara antara Pasal 2 dan Pasal 3 masih perlu untuk direformulasi.

“Selain itu perubahan konsep pengenaan denda juga harus juga diakomodir,” katanya.

Kurnia menegaskan, ICW sudah seringkali menyuarakan revisi UU Tipikor atau perbaikan legislasi terkait pemberantasan korupsi. Namun, pemerintah dan DPR justru merevisi UU KPK yang justru melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
“Rasanya Presiden dan DPR tutup kuping ketika kita memberikan rekomendasi perbaikan legislasi pemberantasan korupsi karena dibenak mereka hanya bagaimana cara melemahkan KPK dengan merevisi UU KPK,” katanya.

Bukan tanpa alasan desakan merevisi UU Tipikor disampaikan ICW. Hukuman terhadap koruptor masih ringan baik dari segi pidana penjara, denda, maupun hukuman tambahan seperti uang pengganti.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan ICW sepanjang semester I 2020, rata-rata hukuman yang dijatuhkan pengadilan mulai dari pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung terhadap terdakwa perkara korupsi hanya 3 tahun pidana penjara. Demikian pula hukuman denda yang dijatuhkan terhadap terdakwa korupsi rata-rata hanya Rp 122 juta dari maksimal Rp 1 miliar yang dapat dijatuhkan.

Sementara uang pengganti yang dijatuhkan pengadilan terhadap terdakwa korupsi masih jauh dibanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi. Dari total kerugian negara sebesar Rp 39,2 triliun yang ditimbulkan akibat perkara korupsi yang disidangkan sepanjang semester I 2020, hanya Rp 2,3 triliun uang pengganti yang dijatuhkan pengadilan.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY