IDI: Pelacakan Kontak Indonesia Belum Penuhi Standar WHO

0
Petugas jaga wisma atlet memeriksa berkas yang dibawa petugas kesehatan dengan pasien Covid-19 di mobil ambulance saat memasuki kawasan Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (11/9/2020). Tower 5 Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat direncanakan bisa beroperasi atau menerima pasien positif Covid-19 tanpa gejala mulai Jumat (11/9/2020) malam. di tower 5 RSD Wisma Atlet Kemayoran tersebut memiliki 32 lantai. Di lantai dasar, ada area sebagai tempat admision. Namun, di tower ini tidak tersedia IGD, melainkan hanya poli umum, ada dokter jaga 24 jam, dan farmasi. SP/Joanito De Saojoao.

Pelita.online – Pelacakan kontak atau contact tracing adalah proses mengidentifikasi, menilai, dan mengelola orang yang telah terpapar suatu penyakit untuk mencegah penularan selanjutnya. Ketika diterapkan secara sistematis, pelacakan kontak akan memutus rantai penularan Covid-19 dan merupakan alat kesehatan masyarakat yang penting untuk mengendalikan virus.

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi mengatakan, pelacakan kontak untuk Covid-19 membutuhkan identifikasi orang-orang yang mungkin telah terpapar Covid-19 dan menindaklanjutinya setiap hari selama 14 hari dari titik paparan terakhir.

Dengan demikian, pelacakan tidak hanya dilakukan berdasarkan kontak erat seperti keluarga, tetapi juga mereka yang melakukan kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. Berdasarkan data terakhir pada Mei lalu, pelacakan yang dilakukan Pemprov DKI hanya menyasar 3 kontak untuk setiap 1 kasus atau pelacakan kontak 1:3.

Sementara untuk standar WHO, setiap satu orang yang terinfeksi Covid-19 harus dilakukan pelacakan paling tidak kepada 30 orang yang memiliki kotak erat dengan pasien.

“Total pelacakan kontak keseluruhan kita masih kurang banget.Contact tracing harus sebanyak mungkin sehingga pengendalian kasus positif dapat cepat ketahuan dan dikarantina,” ungkapnya kepada Suara Pembaruan, Rabu (23/9/2020).

Kecepatan tes saat ini juga belum dapat diatasi secara tuntas. Hasil tes PCR masih banyak yang baru diketahui 3 hingga 6 hari. Jika tidak diatasi, maka hal ini berpotensi menyebabkan penyebaran Covid-19 yang semakin masif.

Menurut Zubairi, ini bisa terjadi karena beban lab sudah terlalu besar. Satu lab dalam sehari bisa menangani lebih dari 1.000 tes.

“Jika masalahnya kekurangan orang, pemerintah provinsi bisa melakukan perekrutan pegawai teknisi lab. Kemudian, bagi masyarakat yang tengah menunggu hasil, sebaiknya bisa mentaati anjuran untuk melakukan isolasi di rumah dengan tertib. Tidak menggunakan wadah makan yang sama dengan keluarga, ataupun melakukan kontak langsung dengan orang lain,” ungkapnya.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY