Irjen Napoleon Bantah Terima Uang Terkait Red Notice Djoko Tjandra

0

Pelita.online – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mengkonfrontir Irjen Napoleon Bonaparte terkait dugaan penerimaan uang dalam upaya pengurusan red notice Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Hakim mengkonfrontir Napoleon dengan Tommy Sumardi.

Awalnya, hakim ketua Muhammad Damis mengonfirmasi ke Napoleon tentang dakwaan yang menyebut dirinya menerima SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Napoleon dengan tegas membantah adanya penerimaan itu.

Napoleon mengaku memang pernah bertemu dengan Tommy Sumardi karena dikenalkan oleh Brigjen Prasetijo Utomo. Namun, tidak ada penyerahan uang dalam setiap pertemuannya dengan Tommy Sumardi.

“Tidak ada Yang Mulia (penyerahan uang). Pak Pras (Prasetijo) juga nggak pernah menyerahkan uang apapun ke saya,” tegas Irjen Napoleon dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (7/12/2020).

“Apakah saudara pernah menerima penyerahan uang dari saudara Tommy Sumardi?” tanya hakim ketua, Muhammad Damis.

“Tidak pernah. Sama sekali nggak pernah,” jawab Napoleon lagi.

Tommy Sumardi yang duduk di kursi pengunjung sidang pun diminta hakim Damis menanggapi pernyataan Napoleon. Hakim Damis mengkonfrontir Napoleon dengan Tommy saat itu juga.

“Saudara Tommy Sumardi, Anda sudah dengar keterangan saksi, saksi katakan nggak pernah ada pembicaraan masalah uang saat pertama kali kenal?” tanya hakim Damis.

“Tidak betul. Yang betul beliau nanya uang,” tegas Tommy Sumardi.

“Yang berikut saksi terangkan saudara nggak pernah berikan uang, apa betul?” tanya hakim lagi.

“Saya serahkan uang,” jawab Tommy singkat.

Napoleon mengaku tidak mungkin melakukan perbuatan yang membahayakan karirnya. Dia menegaskan dirinya tidak menerima uang sebagaimana dakwaan jakaa terhadap dirinya. Untuk diketahui Irjen Napoleon juga terdakwa dalam kasus ini.

“Kami mencoba menahan diri yang mulia, mohon maaf mungkin agak emosi. Terkait pernyataan Tommy Sumardi di belakang, kami ingin katakan bahwa pertemuan pertamanya saat mengenalkan diri saja dia sudah banyak membawa pejabat negara. Yang saya anggap itu sebagai pemantau otomatis terhadap saya. Tidak mungkin seorang Kadivhubinter seperti saya melakukan langkah pelanggaran yang tentunya mudah terbaca,” katanya.

“Jadi sangat tidak logis melakukan hal itu dengan dipantau oleh pejabat-pejabat negara, dan saya tahu risikonya sangat tinggi,” tambahnya.

Duduk sebagai terdawa adalah Brigjen Prasetijo. Dia didakwa menerima suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Prasetijo diduga telah membantu upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dalam red notice Interpol.
Perbuatan Prasetijo disebut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Irjen Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.

Napoleon disebut jaksa menerima suap dari Djoko Tjandra sebesar SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Sedangkan Prasetijo didakwa menerima USD 150 ribu yang dikurskan ke rupiah menjadi sekitar Rp 2,1 miliar.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY