Jelang Kurban, Pengrajin Tusuk Sate di Ciamis Kebanjiran Pembeli

0

Pelita.online – Di Kabupaten Ciamis ada sebuah kampung yang warganya menjadi pengrajin tusuk sate tradisional. Belasan warga yang umumnya lansia di Dusun Desa, Desa Saguling, Kecamatan Baregbeg, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, setiap hari memproduksi tusuk sate yang dibuat manual menggunakan tangan.

Kampung tersebut sudah dikenal sebagai salah satu sentra tusuk sate di Kabupaten Ciamis sejak dulu. Menjelang Idul Adha atau hari raya kurban banyak berdatangan pengepul dari berbagai daerah untuk membeli tusuk sate. Nantinya akan dijual dan disebar ke daerah lain.

Para pengrajin tak perlu repot memasarkannya. Bahkan kali ini tusuk sate produksi para lansia tersebut jadi rebutan para pembeli. Tusuk sate tradisional dari Ciamis ini masih banyak peminatnya, meski harus bersaing dengan tusuk sate produksi mesin.

Keunggulannya, menurut para pengrajin tusuk sate ini, daging yang ditusuk tidak akan merosot dibanding menggunakan tusuk sate mesin yang mengkilap. Odah (55) seorang pengrajin mengaku sudah sejak belasan tahun memproduksi tusuk sate tradisional. Terutama menjelang lebaran kurban, ia lebih bersemangat karena banyak yang datang membeli produknya.

“Jualnya mudah, kalau hari biasa yang ambil seminggu sekali. Tapi kalau sekarang mau kurban hampir setiap hari ada yang datang,” ujar Odah saat ditemui di rumahnya sambil meraut bambu untuk tusuk sate, Rabu (7/8/2019).

Odah menjelaskan, hampir setiap rumah di kampungnya memproduksi tusuk sate. Namun kebanyakan dilakukan oleh para lansia sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan.

“Dari pada jenuh diam di rumah, ya membuat tusuk sate karena mudah, lumayan menghasilkan. Jadi kalau ada waktu luang, kalau tidak ke sawah, ya terus produksi,” ucapnya.

Odah menjelaskan membuat tusuk sate sebanyak 1 kodi atau 20 ikat berisi 250 tusuk sate biasanya memerlukan waktu 3 sampai 5 hari. Prosesnya, mulai dari memotong bambu, kemudian meraut kecil-kecil, lalu dijemur selama 2 hari sampai mengering, lalu dibersihkan menggunakan ban dalam bekas, kemudian diikat sesuai hitungan dan siap dijual.

Lalu pengepul datang untuk mengambil dan dibayar sebesar Rp 24 ribu. Namun ia juga biasa menjual tusuk sate eceran, harganya 2 ikat Rp 5 ribu.

“Satu kodi itu dibuat dari 1 batang bambu. Kadang satu kodi lebih. Bambunya biasa beli Rp 10 ribu,” katanya.

Pengrajin tusuk sate lainnya, Sarkosih (80) mengatakan pekerjaan tersebut ia tekuni sejak beberapa tahun lalu saat tubuhnya sudah tak kuat lagi melakukan pekerjaan berat.

“Kalau saya membuat tusuk sate ini untuk mengisi waktu luang. Lumayan sedikit-sedikit ada hasil. Memproduksi semampunya saja, tidak terburu-buru. Kalau yang beli sudah ada,” ucapnya.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY