Kisah Aldi Novel Adilang terapung 49 hari: ‘Ini ketiga kalinya saya hanyut’

0
Aldi Novel Adilang bertahan hidup setelah hanyut di lautan selama 49 hari.

Pelita.Online – Saat ditemui di rumahnya, remaja berusia 18 tahun asal Desa Lansa, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, ini menuturkan kisahnya.

Cerita Aldi bermula pada 14 Juli 2018. Saat itu, angin selatan sedang berhembus, mengakibatkan tali di rakitnya putus.

“Saat itu pukul 07.00 Wita. Waktu itu, tali rakit saya putus karena gesekan dengan rakit teman saya. Sayangnya, waktu itu dia masih tertidur, sehingga tidak tahu kalau saya sudah hanyut,” ujar Aldi kepada wartawan Eva Aruperes, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

rompong, AldiHak atas fotoEPA/KJRI OSAKA
Image captionAldi Novel Adilang bertahan hidup setelah hanyut di lautan selama 49 hari.

Selama beberapa hari hanyut, Aldi menyantap bahan makanan yang tersedia. Namun, ransum itu hanya bisa memenuhi kebutuhannya hingga seminggu.

“Beras, air bersih, rempah-rempah, bumbu dapur, gas elpiji dan keperluan lainnya habis. Untuk bertahan hidup, saya memancing ikan dan memasaknya dengan cara dibakar, rebus bahkan dimakan mentah,” katanya sambil tersenyum.

aldiHak atas fotoEPA/KJRI OSAKA
Image captionAldi Novel Adilang saat diselamatkan dari tengah laut.

Setelah kehabisan gas elpiji, remaja yang mengenyam pendidikan hingga kelas 3 SMP itu mengaku memasak ikan menggunakan kayu dari rakitnya. Di atas wajan, dia membuat api untuk membakar dan merebus ikan.

Kesulitan lainnya adalah ketiadaan air bersih yang sudah habis pada pekan pertama.

Hal ini dia siasati dengan memeras air laut dengan kaosnya. Menurut dia, dengan cara itu, rasa asin pada air bisa berkurang. Dia juga mengumpulkan air hujan untuk diminum.

aldiHak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image captionAldi Novel Adilang menunjukkan surat izin turun dari kapal saat kapal yang menyelamatkannya itu berlabuh di Jepang.

Meminta tolong

Sembari bertahan hidup, Aldi terus berusaha mencari pertolongan. Namun tak satupun kapal yang mendengarkan suaranya.

Aldi tak henti membaca Injil bahkan menyanyi lagu rohani. Dia juga terus berdoa agar bisa selamat dan kembali bertemu orang tuanya. Namun dia pernah berpikir untuk menenggelamkan dirinya karena putus asa.

Hingga akhirnya, pada 31 Agustus 2018, dia mencoba meminta pertolongan dari kapal yang bermuatan baru bara. Saat itu, kapal telah jalan hingga satu mil. Tapi, karena mendengar teriakannya, kapal tersebut berbalik arah dan melepaskan tali untuk menolongnya.

“Waktu itu saya teriak, ‘Help, help’. Karena cuma itu yang saya tahu,” ujarnya.

Saat ditolong, para anak buah kapal tersebut langsung memberikan dia kain karena pakaiannya telah basah. Mereka juga memberi Aldi air minum.

Setelah itu, Aldi diberikan kesempatan untuk makan, mandi, serta istirahat selama seminggu. Di kapal pun, komunikasinya dengan para ABK tak berjalan baik.

“Kalau saya mengerti, saya jawab. Kalau tidak, saya pakai google translate dari telepon genggam,” ujarnya.

aldiHak atas fotoANTARA/ADWIT B PRAMONO
Image captionAldi Novel Adilang berfoto bersama kedua orang tuanya di rumahnya di Desa Lansa, Kecamatan Wori, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Selasa (25/9).

Pada 6 September 2018, kapal tersebut tiba di Jepang. Namun dia belum bisa turun dari kapal sebelum mendapatkan izin, karena dia tak memiliki paspor.

Baru setelah perwakilan Kedutaan Besar Indonesia serta pemerintah Jepang datang menjemput, Aldi bisa turun dari kapal. Dia tak dibolehkan membawa hadiah pemberian dari para ABK.

Setelah paspor miliknya jadi, Aldi akhirnya dipulangkan ke Indonesia pada 8 September 2018 dan tiba sehari kemudian.

“Di bandara, saya dijemput orang tua serta keluarga besar saya,” kenang Aldi.

aldiHak atas fotoEVA ARUPERES
Image captionAldi Novel Adilang mengaku tidak mau lagi melaut setelah hanyut tiga kali di laut.

Hanyut tiga kali

Diakui Aldi, terapung di laut selama 49 hari merupakan pengalaman hanyut ketiga yang pernah dia alami.

“Ini kali ketiga saya hanyut. Waktu pertama hanyut selama seminggu, saya ditolong kapal pemilik rakit. Kedua selama dua hari, saya juga ditolong oleh kapal pemilik rakit,” ujar Aldi.

Di rakit, tak ada fasilitas keselamatan dalam pelayaran seperti pelampung. Pun tak ada kompas yang digunakan untuk menentukan arah. Bahkan, sebelum naik rakit, dia tak diajarkan tentang keselamatan dalam pelayaran.

Dalam menjaga rakit, dirinya hanya mengandalkan beragam instruksi pamannya selama seminggu. Saat pertama kali naik rakit, diakuinya dia tidak bisa berenang. Selama bekerja di rakit, Aldi mengaku dikontrak selama setahun dan digaji Rp2.000.000 perbulan.

Pengalaman hanyut yang ketiga ini membuat dirinya memutuskan untuk tidak melaut lagi. Dia ingin mencari pekerjaan lain.

bbc.com

LEAVE A REPLY