Komisi X Desak Kemendikbud Buka Kriteria Seleksi Program Operasi Penggerak

0

Pelita.online – Hasil seleksi Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memicu kontroversi publik. Selain masuknya dua yayasan perusahaan besar yakni Samporna dan Tanoto, banyak entitas baru di dunia pendidikan lolos seleksi program.

Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar-Menengah PP Muhammadiyah pun menyatakan mundur dari kepesertaan POP sebagai bentuk protes.

“Kami mendesak Kemendikbud membuka kriteria-kriteria yang mendasari lolosnya entitas pendidikan sehingga bisa masuk POP. Dengan demikian publik akan tahu alasan kenapa satu entitas pendidikan lolos dan entitas lain tidak,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, kepada wartawan, Kamis (23/7/2020).

Dia menjelaskan hasil seleksi POP banyak mendapatkan respons negatif dari publik. Buktinya lembaga pendidikan milik PBNU dan PP Muhammadiyah mundur dari program tersebut. Padahal LP Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan PP Muhammadiyah merupakan dua entitas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan Indonesia.

“Pengunduran diri NU dan Muhammadiyah dari program ini menunjukkan jika ada ketidakberesan dalam proses rekruitmen POP,” tukasnya.

Huda mengatakan Kemendikbud tidak bisa memandang remeh fenomena pengunduran diri LP Ma’rif NU dan Majelis Pendidikan Muhammadiyah dari POP.

“Bayangkan saja lembaga pendidikan NU dan Muhammadiyah itu mempunyai jaringan sekolah yang jelas, tenaga pendidik yang banyak, hingga jutaan peserta didik. Jika sampai mereka mundur lalu POP mau menyasar siapa,” jelasnya.

Dia menegaskan, Kemendikbud tidak bisa beralasan jika proses seleksi diserahkan kepada pihak ketiga sehingga mereka tidak bisa ikut campur.

Kontrol Terhadap Seleksi

Menurutnya Kemendikbud tetap harus melakukan kontrol terhadap mekanisme seleksi, termasuk proses verifikasi di lapangan.

“Tentu kita akan dengan mudah bisa membedakan mana entitas pendidikan yang telah berpengalaman mana entitas pendidikan baru yang baru eksis dalam empat lima tahun terakhir,” katanya.

Politisi PKB ini menyatakan bahwa dalam seleksi POP harus mempunyai keberpihakan kepada ormas-ormas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan di Indonesia.

“Tidak bisa POP ini kita serahkan ke pasar bebas dalam proses seleksinya. Perlu ada pertimbangan-pertimbangan khusus karena sekali lagi ini POP ini juga merupakan bagian dari upaya untuk memberdayakan masyarakat,” tandasnya.

 

Sumber : Liputan6.com

LEAVE A REPLY