KPK tak Alergi Diawasi

0
Perwakilan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (kedua kiri) dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Yuliandri (kedua kanan) menyampaikan keterangan pers didampingi Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah), Wakil Ketua Laode Muhammad Syarif (kiri), Juru Bicara KPK Febri Diansyah (kanan) di Jakarta, Rabu (14/6)./ Sumber foto : Antara/M Agung Rajasa

JAKARTA, Pelita.Online – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyatakan KPK tidak “alergi” untuk diawasi menyikap pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket di DPR RI saat ini. “KPK itu tidak alergi untuk diawasi termasuk teman-teman wartawan mengawasi setiap saat,” kata Syarif di gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/6).

Menurut dia, KPK selalu diaudit secara periodik oleh BPK kemudian dari segi penanganan kasus, tersangka bisa melalui proses praperadilan jika tidak setuju dan bisa juga dengan banding bahkan bisa sampai pada tingkat kasasi. “DPR setiap tahun itu dua sampai tiga kali kami dipanggil untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP), semuanya kami ungkapkan di sana. Bahkan mereka tanyakan kasus yang spesifik,” tuturnya.

Lebih lanjut, Syarif mengatakan dalam RDP dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari yang akhirnya menghasilkan hak angket tersebut disebabkan adanya permintaan rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani. “Menurut perundang-undangan kami tidak boleh mengeluarkan rekaman itu selain di pengadilan,” kata Syarif.

Ia pun menyatakan seperti yang dikatakan Ketua Umum DPP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (HTN-HAN) Mahfud MD bahwa hak angket itu harus untuk hal yang strategis. “Untuk kepentingan yang luar biasa dan untuk kemaslahatan seluruh masyarakat tetapi kalau hanya karena kepentingan sebuah kasus saya pikir tidak. Hak Angket itu harus spesifik juga tujuannya tidak boleh diluas-luaskan,” ujarnya.

Sebelumnya, Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKo) memberikan empat sikap akademik dalam permasalahan hak angket KPK yang digulirkan di DPR RI saat ini. “Pertama, hak angket tidak sah karena bukanlah kewenangan DPR untuk menyelidiki proses hukum di KPK karena hal tersebut merupakan wewenang peradilan,” kata Ketua Umum DPP APHTN-HAN Mahfud MD saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Kedua, kata Mahfud, Panitia Khusus Hak Angket dibentuk melalui prosedur yang menyalahi aturan perundang-undangan sehingga pembentukannya ilegal. “Ketiga, DPR harus bertindak sesuai ketentuan perundang-undangan dan aspek-aspek ketatanegaraan yang telah ditentukan menurut UUD 1945. Tindakan di luar ketentuan hukum yang dilakukan DPR hanya akan berdampak pada kerusakan ketatanegaraan dan hukum,” ucap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Menurutnya, apabila itu terjadi maka akan menimbulkan ketidakadilan di tengah masyarakat terutama dalam upaya pemberantasan korupsi. “Keempat, APHTN-HAN dan PUSaKO mengimbau agar KPK tidak mengikuti kehendak panitia angket yang pembentukannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” tuturnya.

Ia menilai akibat pembentukan panitia angket yang bertentangan dengan undang-undang, maka segala tindakan panitia angket dengan sendirinya bertentangan dengan undang-undang dan hukum. “Mematuhi tindakan panitia angket merupakan bagian dari pelanggaran hukum itu sendiri. KPK harus taat kepada konstitusi dan undang-undang, bukan terhadap panitia angket yang pembentukannya menyalahi prosedur hukum yang telah ditentukan,\” ucap Mahfud.

Republika.co.id

LEAVE A REPLY