Kritik keras buat Anies-Sandi setelah setop pendanaan BUMD karena program unggulan

0

Jakarta, Pelita.Online – Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan wakilnya, Sandiaga Uno, akhirnya menginjakkan kaki mereka di Gedung DPRD DKI Jakarta. Ini untuk pertama kalinya, dua pemimpin baru DKI tersebut berbicara di hadapan 106 anggota dewan dengan agenda Rapat Paripurna.

Rapat ini bukan sekadar menyambut kedatangan Anies dan Sandi di Balai Kota. Namun sekaligus menyerahkan draf Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2018.

Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang, RAPBD 2018 akhirnya disepakati Rp 77,1 triliun. Nilai ini meningkat sebesar 9,86 persen dibandingkan APBD 2017 sebesar Rp 70,19 triliun.

Faktor utama yang menyebabkan anggaran meningkat signifikan adalah masuknya program unggulan Anies-Sandi semasa kampanye lalu. Seperti program OK OCE, Kartu Jakarta Pendidikan (KJP) Plus, Rumah DP nol rupiah, OK-TRIP.

Anggaran untuk program tersebut masuk dalam alokasi belanja langsung yang nilainya mencapai Rp 40,51 triliun. Selain program unggulan tersebut, dana tersebut juga digunakan untuk melaksanakan penataan kawasan secara terpadu, pemuliaan perempuan dan perlindungan anak dan mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, modern dan melayani.

Sedangkan sisanya, sebesar Rp 30,65 triliun dialokasikan dalam belanja tak langsung. Meliputi Belanja Pegawai Rp 20,12 triliun, Belanja Bunga Rp 50,52 miliar, Belanja Subsidi sebesar Rp 4,21 triliun, Belanja Hibah sebesar Rp 1,75 triliun, Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp 4,07 triliun, Belanja Bantuan Keuangan sebesar Rp 271,78 miliar dan Belanja Tidak Terduga sebesar Rp 153,02 miliar.

Meski draf RAPBD 2018 sudah diserahkan ke DPRD DKI, nyatakan masih ada sejumlah kendala yang dihadapi Pemprov DKI. Sebab, dengan masuknya program unggulan Anies-Sandi terjadi kekurangan anggaran Rp 2,5 triliun.

Untuk menutupi kekurangan anggaran tersebut, Pemprov DKI Jakarta akan memakai solusi menyetop penyertaan modal daerah (PMD) untuk lima BUMD DKI Jakarta. Seperti Jakarta Tourisindo, PD Dharma Jaya, Food Station, PD Pembangunan Sarana Jaya, dan Askrida.

Solusi lainnya menutupi kekurangan akan menggunakan dana SILPA atau sisa lebih penggunaan anggaran tahun 2017. “SILPA-kan kita belum tau. Silva kita prediksi naik,” kata Sekda DKI Jakarta, Saefullah.

Terpisah, Sandiaga menyatakan telah bertemu dengan direktur dari lima BUMD tersebut dan membicarakan kebijakan baru yang akan diterapkan. Dia mengklaim, kelima direktur telah sepakat mengikuti kebijakan tersebut.

“Lima-limanya termasuk bu Rina dari Dharma Jaya bilang sanggup. Terus saya bilang ganggu gak tupoksinya ‘nggak, saya bisa kok cari dana yang lain’,” ujar Sandi di Balai Kota DKI Jakarta pada Rabu (15/11) kemarin.

Sandi yakin, tanpa PMD kinerja lima BUMD tersebut tidak akan terganggu. Justru, kata Sandi, mereka akan menghadirkan tata kelola BUMD yang lebih baik.

“Saya yakin mereka kalau di-challenge seperti ini, mereka profesional-profesional yang hebat di bidangnya masing-masing kita akan hadirkan tata kelola BUMD yang baik,” jelasnya.

Namun kebijakan itu ditentang anggota DPRD DKI Jakarta dari Komisi D, Bestari Barus. Menurutnya, tanpa PMD, lima BUMD itu akan bisa berjalan sendiri.

“Saya tidak setuju BUMD diminta untuk mandiri,” ucapnya usai sidang paripurna DPRD DKI.

Bestari menjelaskan, jika BUMD dibiarkan mengelola keuangan sendiri maka akan sulit dikontrol dan posisi mereka sama dengan swasta. “Begitu dia mandiri sementara urusannya adalah urusan yang sangat mendasar bagi masyarakat Jakarta dan dikuasai oleh swasta anda bayangkan kita enggak bisa lagi kontrol harga-harga sembilan bahan pokok,” jelasnya.

Tak cuma kebijakan Anies-Sandi yang dia kritik. Masuknya program unggulan DP 0 rupiah juga dia pertanyakan politikus NasDem ini. Sebab sejauh ini, dia belum melihat sasaran dari program tersebut.

“Sampai sekarang saya belum pernah menyetujui bahkan di rapat Banggar saya belum dapat menyetujui. Walaupun nanti kalau voting bisa kalah suara, namun sebetulnya itu untuk siapa? Untuk segmen mana? Siapa masyarakat Jakarta yang mampu bayar 2,5 juta per bulan selama 25 tahun?,” sambung Bestari

Bestari beralasan, kalau tidak tepat sasaran, maka hanya akan membebani APBD saja. Sehingga ia menyarankan kepada pihak gubernur untukbenar-benar mengkaji hal itu.

“Nanti pada ujungnya akan membebani APBD dan itu merusak prinsip keadilan,” terangnya.

Kendati begitu, menurutnya sejumlah hal yang janggal tersebut masih ada kemungkinan berubah. DPRD bisa saja melakukan pembatalan dalam pembahasan APBD perubahan.

“Nanti bulan lima mah ada pembahasan APBD Perubahan. Di situlah kita main. Mana yang kita masuk mana enggak bisa jalan,” tegas Bestari.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY