Lockdown vs Tes Cepat, Lebih Ampuh Mana Atasi Corona?

0

Pelita.online – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan dilakukan tes cepat virus Corona secara massal untuk membendung laju penyebaran penyakit COVID-19. Sebanyak sejuta alat tes didatangkan untuk mendukung kebijakan ini.

Pilihan melakukan tes cepat ini diambil di tengah-tengah menguatnya desakan pada pemerintah untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown. Lalu bagaimana perbandingan kebijakan karantina wilayah dan tes cepat pada sejumlah negara?

Karantina wilayah atau lockdown

1. Prancis

Presiden Prancis Emmanuel Macron memerintahkan pembatasan ketat pergerakan warga Prancis di tengah wabah yang memburuk dengan cepat. Pari Senin (16/3/2020) lalu Macron mengumumkan kebijakan pembatasan tersebut dimulai pada Selasa (17/3/2020) tengah hari selama 15 hari.

Lebih 100 ribu anggota polisi dikerahkan untuk mengawasi karantina ini. France24 melaporkan Menteri Dalam Negeri Prancis, Christophe Castaner menyatakan bagi warga yang melanggar dikenakan sanksi berupa denda sebesar 135 Euro atau sekitar Rp 2,3 juta.

Saat diumumkan, jumlah kasus yang terkonfirmasi positif di Prancis sebanyak 6622 dengan jumlah kematian sebesar 148 kasus. Sekarang jumlah yang terkonfirmasi positif berkembang menjadi 14.485 kasus dengan jumlah kematian 562 kasus.

2. Denmark

Denmark memutuskan melakukan karantina menyeluruh untuk mengantisipasi penularan virus Corona yang terus meningkat. Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen mengumumkan penutupan semua fasilitas pendidikan mulai 13 Maret 2020.

Dia juga menginstruksikan semua pegawai sektor publik di sektor yang non-esensial agar dirumahkan atau cuti dengan tanggungan, sedangkan mereka yang bekerja di sektor swasta dianjurkan bekerja dari rumah masing-masing. Karantina massal ini mulai berlaku sejak 16 Maret 2020 lalu selama dua pekan.

Denmark juga mengunci perbatasannya selama sebulan penuh sampai 13 April.Saat pengumuman lockdown, terdapat 514 orang yang terkonfirmasi positif mengidap penyakit COVID-19 di negara Skandinavia itu tanpa seorang pun yang meninggal dunia.

Hampir seminggu setelah Denmark melakukan isolasi terdapat 1420 kasus positif terjangkit virus Corona menurut data dari Coronavirus COVID-19 Global Cases by the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University. Dari jumlah tersebut sebanyak 13 kasus kematian dan satu orang berhasil disembuhkan.

3.China

China telah menerapkan lockdown saat mencoba membatasi penyebaran dari virus yang pertama ditemukan di kota Wuhan, provinsi Hubei, pada Desember lalu. Lockdown pertama dilakukan negara itu pada awal Januari pada setidaknya 16 kota sekitar provinsi Hubei, termasuk Wuhan.

Menurut The Wall Street Journal, pada puncaknya isolasi di China diberlakukan di setidaknya 20 provinsi dan wilayah. CNN menganalisis pada pertengahan Februari lalu, hampir setengah dari populasi China atau sekitar 780 juta orang, berada di dalam karantina.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tindakan pencegahan China telah sukses mencegah banyak kasus baru.

4. Filipina

Pemerintah Filipina memutuskan melakukan karantina wilayah pada Pulau Luzon dimana terdapat ibu kota, Manila sejak Senin, 16 MAret 2020. Hampir separuh populasi Filipina berada di Pulau Luzon yang merupakan pulau terbesar di negara tersebut.

Presiden Rodrigo Duterte menyebut kebijakan yang diambil tersebut bertujuan untuk meminimalkan kontak sosial dan memungkinkan petugas kesehatan bergerak dengan cepat guna mengendalikan penularan COVID-19.

“Kita berperang melawan musuh yang ganas dan tidak terlihat. Yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Dalam perang yang luar biasa ini, kita semua adalah prajurit,” ujarnya seperti yang dikutip Reuters.

Saat mengumumkan lockdown terdapat 187 kasus dengan 12 kematian di Filipina. Sampai saat ini terdapat 380 kasus yang terkonfirmasi positif degan 25 kasus kematian. Dari jumlah kasus positif itu sebanyak 17 orang berhasil sembuh.

5. Malaysia

Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mengumumkan pembatasan pergerakan di Malaysia mulai Rabu, 18 Maret 2020. Muhyiddin meminta seluruh warganya tidak meninggalkan rumah selama dua pekan.

Hari-hari pertama aturan tersebut belum dipatuhi semua warga. Akhirnya mulai, Minggu, 22 Maret 2020 Angkatan Bersenjata Malaysia (ATM) dikerahkan membantu Polis Diraja Malaysia (PDRM) dalam menegakkan kebijakan Perintah Kontrol Gerakan atau lockdown di Negeri Jiran.
Sebanyak 790 kasus positif di Malaysia saat aturan tersebut dijalankan. Kini jumlahnya mencapai 1.306 kasus dengan jumlah pasien yang sembuh sebesar 139 orang dan kematian sebanyak 10 orang.

Tes Massal atau Rapid Test

1. Taiwan

Saat pertama kali penyakit ini mewabah pada Januari 2020 lalu, Taiwan diperkirakan memiliki kasus terbesar setelah China daratan. Namun rupanya tidak demikian. Taiwan mampu melakukan mitigasi pencegahan sejak dini.

Taiwan segera melarang pengunjung dari China daratan, Hongkong, dan Makau yang akan masuk. Pemerintah Taiwan juga menggunakan teknologi untuk membantu petugas kesehatan mendeteksi dan identifikasi pasien dan orang-orang yang berisiko tinggi.

Selain itu salah satu langkah penting Taiwan, yakni tim peneliti telah bekerja untuk memproduksi secara massal tes diagnostik cepat untuk COVID-19. Seperti yang dikutip dari Deutsche Welle, sebuah tim peneliti di Taiwan Academia Sinica berhasil membuat dan menguji antibodi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi protein yang menyebabkan virus Corona.

Tujuannya untuk menghasilkan tes cepat baru yang dapat mempersingkat kerangka waktu untuk diagnosis hingga 20 menit. The Guardian melaporkan dengan populasi sekitar 24 juta orang melakukan sekitar 800 tes dalam sehari. Setiap orang yang sudah menjalani tes akan kembali menjalani tes ulangan.

Lockdown vs Tes Cepat, Lebih Ampuh Mana Atasi Corona?Foto ilustrasi drive-thru test Corona (AP/David Zalubowski)

2. Korea Selatan

Pemerintah Korea Selatan memutuskan tidak melakukan lockdown. Negara dengan populasi sebesar 51.8 juta orang ini memiliki strategi melakukan tes sebanyak-banyaknya. Sebanyak 15 ribu tes dilakukan setiap hari. Korsel juga menyelenggarakan tes dalam bentuk drive-thru.

Pengemudi tak harus keluar dari mobil dan cukup membuka jendela untuk diperiksa. Pemeriksaan termasuk menanyakan adanya demam atau tidak. Petugas medis berpakaian lengkap kemudian mengambil sampel darah.

Selain drive-thru, sebuah rumah sakit di Korsel juga mengembangkan sebuah tempat bergaya bilik telepon “Safe Assessment and Fast Evaluation Technical booths of Yangji hospital” atau disingkat SAFETY.

Bilik telepon itu terdiri atas empat booth atau stand. Masing-masing hanya bisa diisi oleh satu pasien. Setiap pasien masuk ke dalam bilik untuk konsultasi cepat dengan tenaga medis menggunakan interkom. Biaya tes Corona ini pun sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah Korsel.

Strategi menggunakan penapisan cepat ini disebut efektif menekan laju penyebaran penyakit COVID-19.

3. Amerika Serikat

Menurut data dari Coronavirus COVID-19 Global Cases by the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University, Amerika Serikat memiliki lebih dari 26 ribu kasus COVID-19. Namun Presiden Donald Trump sampai saat ini tidak mengambil kebijakan karantina secara menyeluruh.

Keputusan karantina hanya berlaku parsial dan diterapkan oleh gubernur di sejumlah negara bagian. Alih-alih melakukan lockdown, Badan Pengawasan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) baru menyetujui metode tes cepat untuk mengetes orang yang sudah terjangkit virus Corona pada Jumat 20 Maret lalu.

Kit yang diproduksi perusahaan Cepheid ini diklaim mampu menyajikan hasil dalam waktu 45 menit. Namun, alat tes cepat ini baru akan disebar akhir mendatang.

Pekan lalu seperti yang dilansir CNN, sebuah organisasi kesehatan di AS menyatakan kapasitas tes virus Corona di negeri Paman Sam itu sangat kurang. Kekurangan itu menimbulkan kekhawatiran orang-orang yang terjangkit tak bisa dilacak dengan cepat. Ini akan membuat penyebarannya semakin masif.

Lockdown vs Tes Cepat, Lebih Ampuh Mana Atasi Corona?Tes cepat di Bogor (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Catatan:
Kecuali di China, di banyak negara, kebijakan lockdown belum selesai. Jadi sebenarnya efektivitasnya belum bisa dibandingkan.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY