MK ke Refly: Bila Kearifan Lokal Dihapus, Apa Bapak Tidak Dimusuhi?

0
Refly Harun./ Sumber foto : ari/detikcom

JAKARTA, Pelita.Online – Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memberikan kuasa kepada Refly Harun untuk menggugat UU 32/2009 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu yang diuji adalah kearifan lokal masyarakat yang dibolehkan membakar hutan maksimal 2 hektare.

Refly dalam gugatannya meminta pasal tersebut dihapus karena pembakaran hutan secara tradisional dinilai sebagai biang kebakaran hutan lebih besar. Namun, hakim konstitusi Suhartoyo menasihati Refly.

“Kalau Pasal 69 sendiri kemudian Bapak minta sikat habis, bagaimana nasib orang-orang yang sebenarnya secara ruang diberi tempat untuk kearifan lokal itu sendiri?” tanya Suhartoyo dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (29/5/2017).

“Apa kemudian tidak diberi toleransi lain? Barangkali, Bapak punya formulasi lain yang mungkin bisa memberikan penegasan kepada para pelaku usaha di bidang lingkungan hidup ini atau kehutanan ini,” sambung Suhartoyo.

Suhartoyo menasihati seharusnya Refly bisa merumuskan jalan tengah antara kearifan lokal vs kebutuhan lingkungan.

“Kalau apa kemudian tetap harus dihadapi di situ, artinya kan kemudian apa Bapak nanti enggak dimusuhi orang? Artinya perlu direnungkan kembali lah. Artinya, kalau masih bisa diberi ruang, toh itu kan juga hukum adat yang memang harus tetap kita pertahankan dan UUD 1945 juga melindunginya untuk itu,” ujar Suhartoyo.

Adapun Pasal 88 atau Pasal Strict Liability, Suhartoyo menegaskan bahwa hukum lingkungan mempunyai karakter yang spesifik dibandingkan dengan pidana pada umumnya. Dalam UU 32/2009, pertanggungjawaban mutlak bisa ditanggungkan, meski tanpa kesalahan. Hal itu berbeda dengan hukum pidana klasik.

“Kalau kita menganut sistem Eropa Kontinental, mestinya kan tiada pidana tanpa kesalahan. Tiada kesalahan, tiada pertanggungjawaban pidana. Saya minta Pak Refly dan Pak Prabandono mencari ini, asbabun nuzul-nya ini. Daripada nanti Mahkamah sendiri yang menemukan,” papar Suhartoyo.

Refly yang mendapat tantangan itu akan mencoba untuk melengkapi doktrin strict liability. Meski secara keilmuan dirinya mengaku tidak paham tentang hukum lingkungan tersebut.

“Nah, mengenai doktrin strict liability, nanti akan kami lengkapi dan mudah-mudahan kami mampu melengkapinya karena memang bukan background hukum lingkungan, tapi kalaupun tidak mampu melengkapinya, paling tidak nanti kami akan mendatangkan ahli yang bisa menjelaskan tentang doktrin strict liability itu,” jawab Refly kepada panel yang terdiri dari Suhartoyo, Manahan Sitompul dan I Dewa Gede Palguna.

Detiknews

LEAVE A REPLY